Jumat, 17 September 2010

2011 Jabar Bebas Lahan Kritis

BANDUNG-–Memasuki tahun 2010 seluruh lahan kritis di Jabar akan dihijaukan melalui program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) dengan dana sekitar Rp 30 miliar per tahun. Dengan demikian pada tahun 2011 Jabar akan dinobatkan sebagai provinsi bebas lahan kritis.

Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Jabar, menunjukkan, tahun 2003 luas lahan kritis di Jabar seluas 580.394 hektare. Hingga akhir tahun 2008, sisa lahan kritis di Jabar tinggal 176 ribu hektare. Sepanjang lima tahun ini, sedikitnya 404.394 hektare lahan kritis telah dihijaukan. Sisa lahan kritis tersebut, akan dituntaskan hingga tahun 2010.

Gubenrur Jabar, Ahmad Heryawan, menjelaskan, lahan kritis di Jabar akan ditanggulangi melalui program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Dia mengaku, program tersebut berlangsung mulai dari 2003 hingga 2010. Setiap tahunnya, jelas dia, lahan alokasi dana untuk program GRLK berkisar Rp 25-30 miliar.

Heryawan menjelaskan, GRLK merupakan kegiatan pembangunan lingkungan yang melibatkan masyarakat. Dia menyatakan, melalui program tersebut, petani hutan akan diperankan dalam melindungi hutan.

Bibit pohon keras yang akan ditanam melalui program itu, jelas dia, berasal dari penangkar tradisional. Menurut Heryawan, bibit pohon keras itu, jelas dia, akan disalurkan melalui elompok tani yang selama ini berdomisili di kawasan hutan.

Dipaparkan Heryawan, saat ini terdapat kelompok masyarakat yang dilibatkan dalam kegiatan penghijauan lahan kritis. Di antaranya, Asosiasi Kepala Desa Sekitar Hutan Negara (AKSHN), Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (GAPPERINDO), Kontak Tani Hutan Andalan (KTHA), dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

Kata dia, jenis pohon yang didistribusikan melalui program tersebut berupa pohon hutan dan pohon buah-buahan. Intinya, jelas dia, pohon yang ditanam melalui program tersebut harus memiliki fungsi konservasi.

Hasil dari pohon buah-buahan itu, lanjut Heryawan, akan menjadi keuntungan warga yang dipercaya mengelola pohon tersebut. ‘’Kondisi lingkungan yang memadai, tentu akan menunjang kegiatan pertanian lainnya. Paling tidak, ketersediaan airnya aman,’’ ujar Heryawan saat makan siang dengan wartawan di kantin Gedung Sate, Bandung, Jumat (20/11).

Kepala Dinas Kehutanan Jabar, Anang Sudarna, menyebutkan, program GRLK pun akan menyentuh pula sekitar 7.500 hektare lahan di empat daerah aliran sungai (DAS) di Jabar. Empat DAS itu, papar dia, yakni Citarum, Citanduy, Cimanuk, dan Cisanggarung.

Kata Anang, tidak hanya melalui GRLK, tahun ini pun hutan kritis di Jabar akan dihijaukan melalui Departemen Kehutanan seluas 46 ribu hektare. Sementara total lahan kritis di Jabar, papar dia, mencapai 170 ribu hektare.

Menurut Anang, antara program GRLK dan Dephut dipastikan tidak akan tumpang tindih. Dia menjelaskan, GRLK dipastikan tidak akan direalisasikan pada lahan yang sudah ditanggulangi Dephut.

Ditambahkan Anang, selain di kawasan hutan, budaya menanam pohon harus digalakan di lokasi pemukiman. Dia menjelaskan, selama ini pembangunan infrastruktur di daerah perkotaan kerap melupakan bahkan mengikis ruang terbuka hijau (RTH). ‘’Sedikitnya setiap kepala keluarga harus menanam satu pohon,'' ujar Anang di kantornya, Jumat (20/11). Pengusaha dan pelajar pun, tambah dia, sebisa mungkin menggalakan budaya menanam pohon.

Ketua Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH), Thio Setiowekti, menjelaskan, program GRLK tidak cukup pada tahapan penanaman. Dia menyatakan, banyak pohon yang ditanam melalui GRLK mati akibat tidak dirawat. ‘’Kami mohon Dishut juga memperhatikan dan memelihara pohon yang sudah ditanamnya,’’ ujar Thio kepada Republika, Jumat (20/11). Dia mengaku, saat ini tidak sedikit pohon yang ditanam melalui GRLK yang sengaja dicabut oleh mafia hutan.

Dia menyatakan, pohon tersebut sengaja dicabut agar lahannya bisa ditanami sayuran. Thio mengakui, keuntungan dari komoditas sayuran lebih cepat ketimbang pohon buah-buahan. Namun, jelas dia, tanaman sayuran tidak memiliki fungsi konservasi.

FOSIL GAJAH BERUSIA 250 JUTA TAHUN



Bojonegoro (berita2.com): Fosil yang ditemukan seorang guru SDN, Hary Nugroho (45), di Waduk Daya`an di Desa Wotangare, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (12/11), diperkirakan fosil gajah purba atau "setegodon". dengan usia 250 juta tahun.
Camat Kalitidu, Nurul Azizah, Rabu menjelaskan, perkiraan fosil yang ditemukan di galian waduk, berupa kepala, gading, tulang kaki dan taring tersebut, merupakan fosil gajah purba. Kesimpulan ini, berdasarkan penelitian sementara tim dari Balai Penelitian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto.

Dari hasil kajian tim yang melakukan penelitian temuan itu dan langsung di lapangan, memperkirakan usia fosil tersebut, berkisar 250 juta tahun yang lalu. "Hanya fosil gajah purba tersebut dari jenis apa, masih dibutuhkan penelitian lanjutan," katanya.

Sementara ini, temuan fosil gajah purba yang semula disimpan di SDN Panjunan I dan II, Desa Panjunan, Kecamatan Kalitidu, sekarang ini, disimpan di kediaman Kepala Desa Wotangare, Kecamatan Kalitidu. Tim BP 3 Trowulan, yang datang ke Bojonegoro, juga melakukan penelitian temuan emas di perairan Bengawan Solo di Desa Ngraho, Kecamatan Kalitidu.

Menurut ia, dari hasil penelitian tim, adanya temuan emas di perairan Bengawan Solo tersebut, berasal dari muatan sebuah kapal yang tenggelam di perairan setempat."Hanya kepastiannya masih membutuhkan penelitian lebih mendalam," katanya menjelaskan.

Hary Nugroho (45), guru SDN Panjunan I dan II di Desa Panjunan, Kecamatan Kalitidu, sejak 1990 lalu, memiliki kebiasaan mengumpulkan fosil yang ada di wilayah Bojonegoro dan terakhir menemukan fosil gajah purba di galian Waduk Daya`an.

Di antara temuan Harry Nugroho yang sekarang disimpan di SDN Panjunan I dan II yaitu ratusan fragmen fosil dari karabau (kerbau purba), cervia (kijang), stegodon trigono chepalus, mastodon, elephas, babos dan bubalus

Planting 1 Billion Trees in 2010

Perum Perhutani cooperates with a number of SOEs and private sectors to realize a Billion Tree planting ini.Saat years alone, said president director of Perum Perhutani, Rosalina Upiek Wasrin, in Jakarta on Tuesday, his side has received commitments from five state-owned companies will contribute to fund the planting of 200 million trees valued at Rp20 billion.
That commitment is part of planting a billion trees that are targeted by the government in order to land and forest rehabilitation are critical, according to him after receiving Tadina Band as part of the Forest Village Community Institution (LMDH) Plus Perum Perhutani. "As part of the synergy between state-owned, we currently can get a commitment from the five SOEs. Synergies that will be our effort to expand, through encouraging other SOEs and private, such as the Lippo Group and Sentul," said Upiek.
To a successful five state-owned Perhutani drawn to those involved in planting, PT Pertamina (Persero), Semen Gresik, Pupuk Kujang, PT Antam Tbk., And PT Kereta Api. They will be involved in the preparation of the seeds to be planted until November will reach 200 million trees. "Production of seedlings for planting this could even reach 500 million trees, if coupled with private commitments like Lippo or Sentul area managers, and Cikampek Nusantara Bonded Zone are we going to hook up," said Upiek.
Meanwhile, the Ministry of Forestry also continue to urge and invite "stakeholders" to succeed Planting a Billion Trees. Earlier, Director General of Land and Social Forestry Rehabiitasi (RLPS, Ministry of Forestry, Indriastuti, admits the realization of the plants continued program One Man One Three has already reached 34 million trees.
According to him, the realization of that investment is a combination of rehabilitation programs and cooperation of the Ministry is woven with those of community organizations and private parties. "I initiated the planting along with a number of organizations, such as NU Fatayat, universities, Aero Seedling Indonesia, Al Ghiffari FOrest Community Indonesia and other parties," he said.
Ministry of Forestry, said Indri, also prepared 800 People Nursery (KBR) with an allocation of funds this year to Rp400 billion. "KBR is we submit to the district or village, located on public lands. For a Billion Tree planting, the community can also benefit from the results of non-wood," said Indri.

Rabu, 15 September 2010

Sampah di Kepulauan Seribu Ancam Taman Laut

[JAKARTA] Pembuangan sampah di perairan Kepulauan Seribu semakin memprihatinkan. Sampah yang berasal dari 13 anak sungai di Jakarta itu, kini mengancam kawasan taman nasional laut.

Menurut Bupati Kepulauan Seribu, Djoko Ramadhan, penumpukan sampah di perairan Kepulauan Seribu pada 2005, sudah sejauh 45 kilometer dari pinggir pantai utara Jakarta.

"Tahun ini, sampah yang masuk ke perairan Kepulauan Seribu bisa mencapai 65 kilometer. Soalnya, volume sampah dari 13 aliran sungai di Jakarta, sekitar 300 meter kubik per hari," kata Djoko, di Jakarta, Rabu (10/5).

Dia mengatakan, penumpukan sampah yang sejauh 65 kilometer itu, semakin mendekati kawasan taman nasional laut. Saat ini, sampah dari daratan Jakarta sudah memasuki zona penyangga taman nasional laut, antara lain di Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan.

"Kalau masalah ini, tidak diperhatikan secara serius, dalam beberapa tahun ke depan bisa mencapai zona inti taman nasional laut yang merupakan kawasan konservasi dan cagar alam," ujar Djoko.

Dia mengungkapkan, sudah banyak pengelola resort yang mengeluhkan keberadaan sampah di sekitar perairan Kepulauan Seribu. Kondisi itu, dirasakan mengganggu kegiatan pariwisata di Kepulauan Seribu yang memang mengandalkan potensi laut.

Jika masalah sampah tidak segera diatasi, lanjut Djoko, bukan tidak mungkin angka kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu akan berkurang. "Makanya, perlu ada gerakan pembersihan sampah secara menyeluruh baik di laut maupun di daratan terutama di 13 sungai di daratan Jakarta," kata Djoko.

Saat ini, lanjutnya, Kepulauan Seribu hanya mampu menyetor ke kas daerah sebesar Rp 2 miliar per tahun dari sektor pariwisata. Setoran itu, berasal dari kunjungan wisatwan ke sembilan pulau yang dikhususkan untuk kegiatan pariwisata, antara lain Pulau Ayer, Matahari, Bidadari, Putri, dan Kotok Timur.

Padahal ada 45 pulau yang dikhususkan untuk resort atau kunjungan wisatawan. "Kalau 45 pulau bisa aktif, setoran ke kas daerah bisa mencapai Rp 90 miliar," ujar Djoko.

Tidak Terangkut

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI, Mukhayar RM, mengatakan, sampah yang menumpuk di perairan Kepulauan Seribu kebanyakan berasal dari sampah warga yang dibuang ke sungai.

Hal itu, lanjutnya, disebabkan sekitar 20 persen dari 20 ton sampai 30 ton sampah per hari di setiap kelurahan tidak terangkut ke tempat pembuangan akhir. Akibatnya, warga membuang sampah di sungai.

"Contohnya di Kampung Melayu. Banyak papan bertuliskan jangan buang sampah di sini, buang aje ke kali," kata Mukhayar yang merupakan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Sementara itu, Komisaris PT Asiana Technologies Lestary, Poltak Sitinjak, mengatakan, sampah yang terbuang ke Kepulauan Seribu paling banyak dari Cengkareng Drain dan Banjir Kanal Barat (BKB). PT Asiana Technologies Lestary adalah operator alat penyaring sampah di Jakarta.

"Cengakareng Drain dan BKB lebarnya sekitar 80 meter, cukup lebar dibanding sungai yang lain, sehingga daya tampung terhadap sampah banyak sekali," kata Poltak.

Menurut dia, pembersihan sampah di sungai kini tidak mungkin lagi dilakukan dengan cara manual yang memanfaatkan tenaga manusia. Namun, perlu adanya teknologi canggih berupa penyaring sampah otomatis.

PT Asiana kini telah memasang sejumlah alat penyaring sampah otomatis mekanikal elektrikal hydraulic di Sungai Cideng, Waduk Pluit, Teluk Gong, dan Sungai Sunter. Alat penyaring itu, mampu mengangkat sampah sebanyak 135 meter kubik per hari.

Untuk tahun ini, pihaknya akan kembali memasang lima penyaring sampah otomatis di Pulomas, Rumah Pompa Waduk Selatan, Sungai Grogol, dan Mookevart. Nilai investasinya Rp 25 miliar dengan bermitra dengan Pemprov DKI Jakarta
HIMPALAUNAS, JAKARTA - Kondisi terumbu karang di Indonesia semakin memprihatinkan menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), M Syamsul Maarif , hanya sekitar 30 persen dari terumbu karang di perairan Indonesia dalam kondisi baik.

"Karang kita yang kondisinya baik sekitar 30 persen," kata Syamsul Maarif dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) KKP dan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia di Kantor KKP, Jakarta, Senin (23/8) lalu.

Ia juga menuturkan, selain 30 persen karang yang berkondisi baik, jumlah karang yang kondisinya sangat baik adalah jauh lebih kecil lagi hanya sekitar enam persen.

Sedangkan sisanya, lanjut Sekjen KKP, adalah terumbu karang yang kondisinya dapat dinilai rusak dan atau sangat rusak.

Syamsul juga memaparkan, pihaknya juga telah diserahi secara bertahap mengenai sejumlah kawasan taman nasional laut yang pengelolaannya diberikan dari Kementerian Kehutanan kepada KKP.

Ia mengemukakan, salah satu cara untuk memperbaiki kondisi karang di Indonesia adalah dengan melakukan pengelolaan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Pengelolaan yang berkelanjutan itu, ujar dia, harus memperhatikan berbagai aspek yaitu aspek ekonomi, ekologi, dan juga sosial-budaya.

Selain itu, menurut Syamsul, tindakan yang sangat penting adalah dengan memberdayakan masyarakat antara lain dengan melakukan pendidikan dan pelatihan berupa kampanye publik.

Selasa, 14 September 2010

Pencemaran Limbah pada Air Sungai dan Laut


Air merupakan salah satu sumber daya alam yang paling vital bagi kehidupan manusia. Mengapa dikatakan vital?? Karena air banyak digunakan untuk kebutuhan manusia, seperti untuk mandi, masak, mencuci dll. Coba kita lihat di sekitar kita, di zaman sekarang ini masih banyak masyarakat yang manggantungkan hidupnya pada air sungai. Padahal seperti yang kita tahu sungai yang jernih jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Saat ini banyak sungai yang dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah pabrik.

Padahal yang kita tahu, limbah tersebut merupakan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), seperti yang disebutkan pada UUPPLH No.32 Tahun 2009 pasal 1 angka 21 disebutkan bahwa “Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat menjadi B3 adalah zat, energy, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.” Biasanya limbah B3 mengandung merkuri, plumbum dan coopper yang semuanya itu berbahaya bagi tubuh manusia.

Sedangkan kenyataannya disisi lain masyarakat banyak yang menggunakan air sungai untuk mandi, minum (yang sebelumnya direbus terlebih dahulu), buang air besar, mencuci, dan semua kegiatan itu dilakukan pada satu tempat. Jadi dapat kita bayangkan seberapa kotornya sungai yang sebelumnya sudah tercemari oleh limbah pabrik dan sampah-sampah ditambah lagi dengan limbah manusia.

Pencemaran air dapat terjadi di sungai dan di laut. Pencemaran air sungai lebih didominasi oleh limbah pabrik dan sampah. Seperti contohnya di kota Bandung. Hampir semua sungai yang terdapat di kota Bandung tercemari oleh limbah pabrik dan sampah-sampah. Pencemaran sungai yang terjadi di Bandung diakibatkan oleh meningkatnya jumlah penduduk otomatis sampah yang dihasilkan semakin banyak. Selain karna meningkatnya jumlah sampah juga dikarenakan semakin sempitnya bahkan semakin berkurangnya lahan untuk digunakan sebagai tempat pembuangan sampah. Tidak adanya lahan disebabkan oleh lahan yang ada digunakan dan dimanfaatkan sebagai areal perumahan maupun gedung-gedung sehingga banyak sampah yang sengaja dibuang di sungai dan tertimbun di dalam tanah. Selain karena sampah, air sungai tercemar juga disebabkan oleh limbah-limbah pabrik yang sengaja dibuang ke perairan khususnya sungai.

Selain itu, pencemaran air juga terjadi di laut. Apabila membahas tentang pencemaran air di laut banyak limbah pabrik yang dibuang begitu saja di laut. Padahal di dalam laut banyak sekali ekosistem yang seharusnya patut untuk jaga. Dampak yang diakibatkan oleh pencemaran limbah tersebut yaitu warna air laut manjadi gelap, banyak ikan-ikan yang mati, selain ikan kandungan limbah juga berdampak pada makhluk hidup yang ada di laut.

Pada gambar tersebut dapat kita lihat warna air laut hitam pekat dan juga mengandung minyak. Pada gambar tersebut juga terlihat ikan yang mati karena teracuni oleh bahan kimia yang terkandung dalam limbah. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian dan tetap saja dibiarkan maka semakin lama ekosistem laut akan musnah.

Sebagai contoh kasus Minamata. Pada kasus tersebut pencemaran air laut terjadi dikarenakan limbah-limbah pabrik yang dibuang ke laut. Padahal limbah tersebut mangandung B3 salah satunya bahan kimia merkuri. Merkuri sangat berbahaya, karena dapat mengakibatkan kematian. Banyak penduduk sekiatar yang mati akibat kandungan limbah tersebut.

Penyelesaiannya tidak hanya dari pemerintah tetapi juga dari kesadaran tiap individu. Pemerintah memang berkewajiban untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Karena Negara memiliki tanggung jawab menurut asas UUPPLH (Pasal 2) antara lain:
a. Negara manjamin pemanfaatan SDA akan mamberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun mendatang.
b. Negara menjamin hak warga Negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
c. Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan SDA yang menimbulkan pencemaran dan/ kerusakan lingkungan hidup.

Selain itu pemerintah juga berkewajiban untuk memberikan sanksi-sanksi tegas kepada pabrik-pabrik yang dangan sengaja membuang limbah-limbah pabriknya di perairan lepas karena apabila tetap dibiarkan maka dampaknya akan semakin parah terhadap lingkungan.
Kesadaran individu juga sangat diperlukan untuk kelestarian lingkungan karena dengan suatu kesadaran maka akan mengurangi kerusakan lingkungan mulai dari tindakan yang kecil sampai yang berpengaruh besar.

Selain pemerintah yang bertanggung jawab, pihak pencemar juga bertanggungjawab dalam masalah tersebut, bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/ kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/ kerusakan wajib menanggung biaya pemulihan.

Apabila dikaitkan lagi dengan asas UUPPLH (Pasal 2) dalam bentuk partisipatifnya bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sedangkan dalam asas ekoregion disebutkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik SDA, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat dan kearifan lokal. Dengan diperhatikannya karakteristik-karakteristik tersebut maka akan mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan.

Pencemaran air juga dapat digolongkan sebagai pencemaran lingkungan hidup. Maka setiap lingkungan hidup sangat diperlukan adanya perlindungan dan pengelolaan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terdapat pada tujuan UUPPLH (Pasal 3) yaitu:
1. Melindungi wilayah kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup.
2. Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia.
3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem.
4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
5. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup.
6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa mendatang.
7. Menjamin pemenuhan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia.
8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
10. Mengantisispasi isu lingkungan global.

Dengan makin banyaknya kasus pencemaran lingkungan terutama pencemaran air seharusnya ini dapat menjadi “PR” bagi pemerintah dan juga seluruh masyarakat agar dapat menciptakan lingkungan yang sehat, bersih dan tidak berdampak buruk bagi kehidupan manusia.
LPM Pro Justicia

EASYHITS4U

Link akun paypal Untuk transaksi bisnis anda yang lebih mudah

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PINGLER.COM