Kamis, 08 Desember 2011

POTENSI PENGEMBANGAN HUTAN KEMASYARAKATAN MELALUI POLA WANATANI BERBASIS SEREH WANGI, STUDI KASUS USAHATANI SEREH WANGI DI DESA SALEBU, CILACAP, JAWA TENGAH)

(Potential development of Social Forestry through Sereh wangi based agroforestry
model: A case study of Sereh wangi farming at Salebu, Cilacap, Central Java)

Oleh/by :
M. Yamin Mile dan Achdiat Bastari

ABSTRACT

Sereh wangi (Cimbopogon nardus ) cultivation is one of the farming practices in Java
with the main crop is Citronella oil i.e. plant that produces essential oil. Commonly this
plantis planted under trees stand such as Teak (Tectona garandis), Mahagony (Switenia
macrophilla), Sengon (Paraserianthes falcataria) etc. Considering its potential to be
applied in Social forestry Models, a research has been done to gather all information
on how feasible this farm practices could be developed as Social Forestry Model. The
study was conducted at Salebu village, Sub District Majenang, Cilacap, Central Java.
Data were collected through systematic sampling method with respondents
constitutinginter farmers as well as investors of the farm bussiness and direct
observation in the field. The results shows that sereh wangi plantation practices as part
of traditional agroforestry, is financially feasible to be implemented in Social forestry
programs with NPV (+) RP 2.969.513t, with IRR = 64,69 % and BC ratio =2,029 %
(>1). The Benefis were t calculated from the first year up to fourth years harvesting of
sereh wangi foliages (4 time harvest in a year.) excluding the wood value planted in the
same land . So it can be expected that larger benefit would be made by the farmer when
the value of wood is included which is usually harvested starting in the fourth years .
Through the development of social forestry programs with sereh wangi based
agroforestry model , one of the main problems found in the Salebu Village such as
lack of land for income generation can be properly solved by cultivaqting a high value of
crops. At the sometime wood can be produced that help protecting the forest.
Keyword: Social Forestry, Cetronella oil, Sereh wangi agrogorestry

ABSTRAK

Usaha sereh wangi (Cimbopogon nodus) merupakan salah satu bentuk usahatani dengan
tanaman utamanya adalah sereh wangi.(tanaman penghasil minyak astiri). Tanaman ini
biasanya ditanam di bawah tegakan pohon seperti Jati, Mahoni, Sengon . Melihat potensi
dan kemungkinan penerapannya dalam program Hutan Kemasyarakatan (HKM),
penelitian dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kelayakan usaha sereh wangi
dalam meningkatkan pendapatan petani melalui studi kasus kegiatan usahatani sereh
wangi di Desa Salebu Kecamatan Majenang, Cilacap, Jawa Tengah Pengumpulan data
dilaksanakan dengan metode sampling melalui wawancara dengan petani sample dan
pihak investor yang terkait dan pengamatan langsung di lapangan Hasil penelitian
menunjukan bahwa usahatani serah wangi sebagai bagian dari sistim wanatani cukup
layak diusahakan dengan Net Present Value (NPV) (+) Rp 2.969.513 , dan IRR = 64,69
% sedangkan BC Ratio = 2,029 (>1).. Keuntungan diperoleh sejak tahun pertama
penanaman dengan 4 kali panen dalam setahun.. Keuntungan lebih besar akan diperoleh
apabila nilai kayu ikut diperhitungkan yang biasanya dimulai pada tahun ke empat saat
diadakan penjarangan secara bertahap. Melalui pengembangan Hutan Kemasyarakatan
dengan pola wanatani berbasis sereh wangi, permasalahan utama yang dihadapi
masyarakat seperti di Desa Salebu yakni kekurangan lahan untuk pengembangan
usahatani dapat diatasi dan masyarakat memperoleh kesempatan untuk meningkatkan
pendapatan mereka. Pada saat yang sama kayu dapat diproduksi dan wilayah hutan dapat
ditingkatkan.keamanannya.
Kata kunci: Social forestry, Cetronella oil, Wanatani Sereh wangi

I. PENDAHULUAN
Salah satu masalah lingkungan yang semakin dirasakan penduduk di Pulau Jawa saat
ini adalah semakin menurunnya kelestarian hutan. Dari banyak laporan dapat diketahui
prosentase luas hutan saat ini pada berbagai Daerah Aliran Sungai di Jawa rata-rata
kurang dari 20 (Dudi, 2004). Kegiatan penebangan liar yang semakin meluas dan
penyerobotan kawasan hutan yang tidak terkendaali menyebabkan hutan yang ada
mengalami kerusakan dan berkembang menjadi lahan yang tidak produktif. Akibat yang
ditimbulkan adalah berupa banjir dan terjadinya berbagai bencana tanah longsor pada
waktu musim hujan khususnya pada lintasan bergunung yang keseimbangan
ekosistemnya terganggu. Sementara pada waktu musim kemarau kekeringan yang
melanda berbagai daerah di P.Jawa sangat dirasakan dampaknya bagi kehidupan
masyarakat.
Kebutuhan akan lahan yang semakin besar seiiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk menimbulkan berbagai konflik kepentingan antara penduduk dan pihak
kehutanan. Kegiatan rehabilitasi lahan melalui Gerakan nasional rehabilitasi lahan
(Gerhan) yang dicanangkan pemerintah sejak than 2002 belum terlihat dampaknya secara
nyata.
Pendekatan dengan kegiatan hutan kemasyarakatan (Social forestry ) seperti kegiatan
Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) yang dilaksanakan oleh Perum
Perhutani mulai memperlihatkan hasil namun masih perlu penyempurnaan terutama
dalam mengarahkan pola tanam yang berorientasi pasar dan meningkatkan pendapatan
petani.
Penerapan Model hutan kemasyarakatan sesuai ketentuannya perlu dilakukan secara local
spesifik terutama disesuaikan dengan keunggulan kompratif pada setiap lokasi (Ditjen
RLPS Dephut, 2004). Berdasarkan hal tersebut keinginan masyarakat di Desa Salebu
Kecamatan Majenang, Cilacap, Jawa Tengah saat ini untuk mengembangkan tanaman
sereh wangi dibawah tegakan pohon perlu ditanggapi denga baik, karena tanaman sereh
wangi merupakan tanaman ungggulan yang sudah beradaptasi di dearah tersebut. Minyak
sereh wangi yang dalam perdagangan dikenal dengan istilah Citronella Oil merupakan
salah satu minyak atsiri yang penting peranannya dalam komoditi export minyak atsiri
Indonesia. Tanaman sereh wangi cukup sesuai dikembangkan di daerah tersebut dan
mempunyai nilai pasar yang semakin terbuka lebar saat ini.
Untuk mengembangkan tanaman sereh wangi, masyarakat di desa Salebu, Cilacap
membutuhkan perluasan lahan garapan mereka. Hal ini merupakan peluang untuk
mengembangkan program hutan kemasyarakatan di daerah tersebut mengingat kawasan
hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani mendominasi lahan di daerah ini.
Pelaksanaan HKM diharapkan dapat mengurangi konflik penggunaan lahan dengan
Perum Perhutani dan sekaligus meningkatkan produktifitas lahan hutan yang cendrung
semakin kritis di daerah ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kelayakan usaha
Agroforestry berbasis sereh wangi dan mengkaji kemungkinan pengembangannnya
dalam kegiatan Hutan Kemasyarakatan

II. METODE PENELITIAN

Untuk melaksanakan penelitian ini diadakan pengumpulan data lapangan melalui
wawancara dengan petani responden dan pengelola\investor usaha minyak sereh wangi di
desa Salebu. Berdasarkan data yang diperoleh diadakan analisa financial usahatani sereh
wangi yang sudah berjalan dengan menggunakan metode perhitungan Net Present Value
(NPV) dengan formula sebagai berikut:
Σ == +
t n -
t
i t
Bt Ct
0 (1 )
Keterangan:
Bt = Benefit tahun ke-t
Ct = Cost tahun ke-t
i = tingkat bunga
n = Lama periode waktu
Disamping itu juga dihitung Net BC Ratio dan Internal Rate of Return (IRR).
Selanjutnya dikaji kemungkinan pengembangannya dalam pola wanatani berbasis sereh
wangi dalam kegiatan hutan kemasyarakatan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perkembangan Produksi Minyak Sereh wangi
Minyak Sereh Wangi dikenal dalam dunia perdagangan dengan nama Citronella oil.
Minyak ini sangat dibutuhkan dalam industri farmasi, parfum maupun kosmetika baik di
dalam negeri maupun di luar negeri terutama Amerika Serikat, Jepang, Eropa dan
Australia. Minyak Cetronella yang berasal dari Jawa banyak dicari dan diperdagangkan
di pasar dunia karena mengandung Geranol (bagian penting dari minyak atsiri) paling
tinggi yakni sebesar 85 % jauh diatas minyak Citronella oil dari Srilangka.
Perkembangan produksi minyak sereh wangi mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Pada tahun delapan puluhan produksi minyak sereh wangi Indonesia menurun karena
banyaknya saingan dari negara lain seperti Srilangka dan China yang menguasai pasar
dunia. Namun demikian potensi ekspor sereh wangi masih terbuka lebar ke negara Eropa
Jepang, Amerika, Australia dan pasar domestic.
Wilayah Kabupaten Cilacap termasuk produsen minyak sereh wangi yang sangat besar.
Kondisi daerah ini cukup ideal untuk pertumbuhan tanaman sereh wangi sehingga
tanaman tersebut termasuk unggulan local karena tanaman sereh wangi memerlukan
persyaratan tanah dan iklim tertentu. Akhir akhir ini permintaan minyak sereh wangi
mulai meningkat terutama dari pasar dunia. Harga minyak sereh wangi saat ini mencapai
Rp 35.000-Rp 40.000 per kilogram. Peluang pasar ini perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya
untuk meningkatkan pendapatan petani. Tanaman sereh wangi sesuai untuk ditanam
secara tumpangsari. Untuk itu hutan kemasyarakatan berbasis tumpangsari dengan
tanaman sereh wangi perlu dikembangkan pada daerah-daerah yang memang sesuai
untuk itu seperti di Desa Salebu.
B. Propil Usaha Minyak Sereh Wangi di Desa Salebu
1. Kelompok Tani dan Pola Kemitraan
Usaha pengelolaan minyak sereh wangi di Desa Salebu saat ini masih dalam bentuk
perintisan dan baru mulai berjalan. Sebenarnya usaha minyak sereh wangi ini sudah
pernah berjalan namun kemudian mengalami pasang surut dan banyak dilupakan
masyarakat. Atas inisiatif Kepala Desa Salebu dan seorang investor, saat ini mulai dirintis
usaha sereh wangi yang dahulu pernah berjaya di daerah ini. Kegiatan yang dilakukan
berupa pembinaan kepada petani yang ingin memanfaatkan lahannya dengan budidaya
sereh wangi. Pembinaan yang dilakukan meliputi teknik budidaya yang lebih intensif dan
berkelanjutan.
Melalui inisiatif masyarakat saat ini telah dibentuk kelompok tani bernama Wana Lestari.
Tahap pertama kelompok tani ini beranggotakan 19 petani utama yang sudah
membudidayakan sereh wangi dengan total luas areal penanaman 10 Ha. Setiap ha areal
penanaman menghasilkan daun sereh wangi rata-rata 4000 kg ( 4 ton) per musim panen .
Dengan empat kali pemanenan dalam setahun diperoleh sekitar 16 ton daun sereh wangi
per tahun sehingga total produksi daun sereh wangi untuk luasan 10 ha adalah 160 ton
per tahun.
Metode pengusahaan yang dikembangkan adalah sistem kemitraan dengan pengusaha
sereh wangi sebagai pengelola produksi. Sistim kemitraan yang dijalankan adalah sebagai
berikut.:
Pihak pengelola usaha sereh wangi yang bermitra dengan petani berkewajiban :
- menyediakan fasilitas alat penyulingan yang dapat menampung prosesing minyak
sereh wangi dari petani
- menyediakan sarana produksi seperti bibit yang berkualitas, pupuk, pestisida untuk
setiap petani peserta
- menyediakan upah penanaman dan penyiangan
- membeli hasil produksi dari petani berupa daun sereh wangi
Pihak petani berkewajiban:
- menyediakan lahan untuk budidaya sereh wangi
- memelihara tanaman yang diusahakan
- pemanenan dan pengangkutan ketempat penyulingan
- Menjual hasil produksi hanya kepada pengusaha yang bermitra. Harga hasil penjualan
sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara pihak pengelola dan petani
Pembinaan dilakukan oleh pengelola/investor dengan bantuan tenaga penyuluh/teknisi
lapangan terutama dalam teknik budidaya sereh wangi mulai dari penanaman, panen dan
penanganan pasca panen. Pembinaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan daun sereh
wangi yang berkualitas standar serta seragam sehingga hasil yang diperoleh petani juga
seragam.
Sarana fisik yang diinvestasikan oleh pengelola di desa Salebu saat ini berupa satu unit
bangunan fisik dilengkapi dengan ketel pengolahan dan penyulingan minyak sereh
wangi dengan kapasitas produksi rata-rata 500 kg sekali proses serta peralatan
penyulingan saat proses produksi sampai pasca produksi. Untuk mengoperasikan alat ini
dipekerjakan 2 orang operator terlatih.
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan menunjukan bahwa dalam satu hari dapat
dilakukan proses pemasakan pada ketel rata-rata sebanyak dua kali. Dengan kapasitas
proses 500 kg maka dalam sehari dibutuhkan sebanyak 1000 kg daun sereh wangi.
Dengan asumsi setahun terdapat 300 hari efektif maka kapasitas terpasang ketel tersebut
dalam setahun mampu memproses daun sereh wangi sebanyak 300.000 kg (kapasitas
terpasang).
Produksi daun sereh wangi dalam satu ha untuk sekali panen rata- rata adalah 4000 kg.
Apabila dalam satu tahun terdapat empat kali panen maka dalam setahun dapat diperoleh
16000 kg daun sereh wangi. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
sereh wangi secara kontinyu sesuai kapasitas terpasang diperlukan areal seluas 25 ha.
2. Proses produksi yang sedang berjalan
Saat ini di desa Salebu sudah terdapat 19 orang petani kader sebagai petani binaaan
yang sudah melakukan penanaman sereh wangi dengan total areal seluas lebih kurang 10
ha. Banyak petani yang ingin bergabung dalam kemitraan ini namun permasalahannya
adalah keterbatasan lahan yang dimilik mereka. Proses produksi sudah dimana
pemanenan dan pengangkutan ketempat pemrosesan dilakukan sendiri oleh petani. Daun
sereh yang diterima dari petani selanjutnya diproses untuk mendapatkan minyak sereh
wangi. Dari data yang ada dapat diketahui bahwa setiap 500 kg daun sereh wangi dapat
menghasilkan sebanyak 5 – 6 kg minyak sereh wangi. Jadi dalam sehari dengan 1000 kg
daun yang diproses menghasilkan minyak sebanyak 10-12 kg. Dalam sebulan dapat
diperoleh 150 – 300 kg. Berdasarkan angka angka tersebut dapat dihitung apabila dalam
satu ha dihasilkan daun sereh wangi sebanyak 16.000 kg per tahun maka maka minyak
sereh wangi yang dapat dihasilkan dalam satu ha adalah 160 – 190 kg per tahun.
Kualitas minyak sereh wangi yang dhasilkan cukup bagus. Hasil pengujian di
Laboratorium MIPA UGM Yokyakarta (2004) menunjukan bahwa sereh wangi yang
dihasilkan termasuk katagori kualitas terbaik sehingga memiliki nilai ekspor yang baik.
Menurut informasi yang ada, banyak pengusaha yang siap untuk membeli minyak sereh
wangi yang dihasilkan dari Desa Salebu. Produk minyak sereh wangi ini dipasarkan baik
di dalam negeri maupun di expor ke luar negeri.
C. Analisa Finansial Usaha Sereh wangi
Analisa Finansial Usahatani sereh wangi ini didasarkan pada data data dasar yang
berhasil dikumpulkan antara lain:
Rata-rata produksi daun sereh wangi adalah 16.000 kg/ha/tahun
Kemampuan prosesing alat dalam sehari 1000 kg daun
Kebutuhan kayu bakar 6 kubik (diawal pengolahan)
Rendamen minyak sereh wangi 1.12 %
Harga daun sereh wangi dari petani Rp 150/kg
Harga jual minyak sereh wangi Rp 31.000/kg
Pihak pengelola\investor menyediakan fasilitas penyulingan, sarana produksi dan upah
penanaman dan penyiangan serta membeli daun sereh wangi dari petani. Pihak petani
menyediakan lahan untuk budidaya sereh wangi, memelihara tanaman, memanen dan
mengangkut produksi serta menjual hasil produksi kepada pengelola.
1. Analisa financial di tingkat petani
Tabel 1. Pengeluaran dan Pendapatan usaha sereh wangi bagi petani (Benefit and Cost of
sereh wangi farming for the Farmer)


Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan petani hanya berupa sewa lahan
dan biaya pemanenan dan pengangkutan. Dengan memperhitungkan sewa lahan maka
pada tahun pertama pengeluaran akan lebih besar dari pada pendapatan yang diterima
Namun dengan indicator NPV sebesar Rp 581.300 menunjukan bahwa usaha sereh
wangi ini cukup layak untuk diusahakan
2. Analisa financial di tingkat Pengelola/investor
Tabel 3. Penerimaan dan Pendapatan usaha sereh wangi bagi pengelola\investor (Benefit
and cost of sereh wangi farming for Investor)

Dari Tabel 3 dan Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendapatan bersih yang
diterima oleh pengusaha/investor pada tahun kedua dan seterusnya adalah Rp 2.675.200.
Dari hasil analisa financial pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengusahaan sereh wangi
cukup menguntungkan pihak pengelola/investor dengan indikator kelayakan Net Present
Value (NPV) (+) Rp 2.969.513 , IRR =64,69 % sedangkan BC Ratio = 2,029 (>1).
D. Prospek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan berbasis Sereh Wangi di Desa
Salebu,
Cilacap
Desa Salebu merupakan salah satu Desa di Kecamatan Majenang, Cilacap yang
mempunyai potensi di bidang pertanian, perkebunan dan Kehutanan. Kawasan hutan
negara yang dikelola oleh Perum Perhuitani mendominasi luasan areal di Desa ini dan
sekitarnya.
Atas inisiatif kelompok tani Wana Lestari di Desa tersebut, saat ini masyarakat di bina
untuk mengembangkan tanaman sereh wangi yang memang pernah jaya di desa tersebut.
Usaha ini mendapat respons gari masyarakat dengan semakin banyaknya masyarakat
yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Akan tetapi dalam pengembangan ussaha ini terdapat permasalahan yang dihadapi petani
yakni keterbatasan lahan yang dimi;liki mereka.. Sementara itu di Desa Salebu dan
sekitarnya terdapat kawasan hutan yang dkelola oleh Perum Perhutani. Sebagian kawasan
tersebut bervegetasi jarang karenat elah mengalami degradasi. Kawasan seperti ini
sesungguhnya cocok untuk dikembangkan Model Hutan Kemasyaraskatan/ Pengelolah
Hutan Bersama Masyarakat dengan pola Wanatani berbasis sereh wangi. Tanaman sereh
wangi dapat ditanam dibawa pohon seperti pinus, jati, mahoni,sengon suren dsb.

1. Penilaian dari Aspek Teknis.

Sampai saat penelitian ini dilakukan pembangunan HKMdi Desa Salebu masih dalam
tahap perintisan. Pihak Perum Perhutani masih mengambil sikap sangat hati-hati karena
kurangnya informasi tentang layak tidaknya wanatani berbasis sereh wangi tersebut untuk
diterapkan. Sementara itu areal yang diinginkan oleh masyarkat terletak dalam wilayah
pangkuan desa dan terdiri dari tanah kosong bekas tanaman pinus yang tumbuh sangat
jarang, Arealnya cukup miring yakni 25 – 45 % dengan kondisi fisik yang cukuip kritis.
Melihat kondisi fisik tersebut memang sudah selayaknuya diperlukan kehati hatian
karena ada anggapan sebelumnya bahwa tanaman sereh wangi dapat merusak tanah dan
menguras hara sehingga rdapat terjadi kemunduran kesuburan tanah. Namun demikan
berdasarkan pengalaman sebelumnya dan praktek yang masih berjalan saat ini di tingkat
petani serta dari hasil telaah literatur dari aspek teknis ternyata tanaman sereh wangi
tidak terbukti menyebabkan kemunduran tanah apabila dikelola dengan baik dengan
penerapan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air (Bastari dan Mile 2003). Menurut
Bastari (2003) seperti halnya tanaman graminea lainnya yang dipanen daunnya. Tanaman
sereh wangi mampu mengambil unsur hara dari dalam tanah dalam jumlah yang
besar.Tanaman ini merupakan tanaman pioner yang mampu tumbuh di lahan kritis.
Pengambilan unsur hara dalam jumlah yang besar dapat dikoreksi dengan pemupukan
yang tepat dan pengelolaan kesuburan tanah sementara kemunduran tanah dapat
dikoreksi dengan teknikkonservasi tanah dan air seperti penanaman dalam strip menurut
kontour, pengaturan rotasi pemanenan, penerapan teknologi TOT dan mulsa vertical dsb.
Smentara itu sampai saat ini belum ada laporan mengeai efek allelopati terhadap tanaman
pokok sehingga cocok ditanam secara tumpangsari dibawah tegakan pohon (Wanatani).
Menurut pengamatan Bastari (2003) kondisi iklim mikro pada areal yang ditanami
tumpangsari sengon dan sereh wangi cukup baik karena dari penomena lapangan hasil
pengamatan visual pada beberapa tempat terlihat bahwa pada tanah bekas ditanami sereh
wangi jarang ditumbuhi alang-alang. Penomena ini masih perlu diteliti lebih lanjut. Yang
terlihat di desa Salebu bahwa tanah kosong yang semula ditumbuhi alang-alang secara
bertahap mulai diganti dengan sereh wangi seiring dengan mulai dirintisnya usaha sereh
wangidi daerah ini Berdasarkan hal tersebut maka dari aspek teknis pengembangan HKM
dengan pola tumpasari antara tanaman pohon dan sereh wangi sangat memungkinkan dan
mempunyai prospek yang baik untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka
peluang kerja serta mengatasi permasalahan keterbatasan lahan yang dimiliki oleh petani.
Untuk itu pola ini perlu didukung khususnya instansi Litbang dalam rangka
pengembangn teknologi tepat guna

2. Penilaian dari aspek sosial ekonomi

Hasil analisa financial usahatani sereh wangi yang telah diuraikan sebelumnya
menunjukan bahwa usaha ini dapat memberikan pendapatan sekitar Rp 2.400.000/ha.
Sementara itu seorang petani mampu mengelola sendiri lahan sereh wangi seluas 2 ha.
Bagi petani yang memiliki areal penanaman 2 ha akan memperoleh pendapatan Rp
4.800.000 perbulan (dipanen dan diangkut sendiri ketempat penyulingan)
Nilai ini cukup berarti apabila dibandingkan dengann tanaman singkong yang hanya
memberikan pendapatan rata- rata Rp 60.000/ha.
Apabila dilaksanakan HKM dengan pola wanatani berbasis sereh wangi dengan alokasi
lahan yang cukup maka pendapatan petani akan lebih besar lagi. Dan terus meningkat
setelah beberapa tahun penanaman yakni apabila tanama pohon mulai dapat memberikan
kontribusi terhadap pendapatan petani. Hasil penelitian Melati dkk (2004) menunjukan
bahwa Pola Usaha wanatani antara tanaman semusim dan tanaman pohon sengon dan
cengkeh di Cilampuyung, Garut memberikan keuntungan pada petani dengan indikator
kelayakan NPV Rp 9.801887,12 (+) dan BC ratio 2,74. Keuntungan ini mulai diperoleh
pada tahun ke 3 pada saat pohon sengon mulai dapat ditebang (penjarangan) secara
bertahap. Hal yang sama juga dikemukakan sebelumnya dari hasil penelitian Yuhono dan
Rosmeilisa (1966) dimana pola usahatani antara tanaman kehutanan (dalam hal ini Jati)
dengan tanaman iles-iles dapat menyumbangkan pendapatan Rp 54.167 / bulan Sesuai
Lukas dkk (dalam Melati dkk 2004) dalam berbagai ujicoba yang telah dilakukan
mebuktikan bahwa sistim wanatani memiliki kontribusi yang nyata terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat. Bastari (2003) melaporkan tanaman sereh wangi yang ditanam
masyarakat di Desa Salebu dapat tumbuh dengan baik dibawah tanaman pohon seperti
sengon mahoni pinus, jati dsb. Kualitas minyak yang dihasilkan sangat baik dan memiliki
kualitas expor. Bersamaan dengan terbukanya pasar untuk sereh wangi dan kayu saat ini,
peluang tersebut perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mengembangkan
sistim wanatani ini dalam mewningkatkan pendapatran dan kesejahteraan massyarakat
secara nyata
Berdasarkan hal tersebut diatas Pola Wanatani berbasis usaha sereh wangi mempunyai
prospek yang cukup baik untuk ditrerapkan dalam kegiatan Hutan Kemasyarakatan pada
daerah daerah yang kondisi tanahnya sesuai untuk dikembangkan pola tersebut.

IV. KESIMPULAN DAN REKOMONDASI

Hasil studi tentang potensi pengembangan Hutan Kemasyarakatan dengan pola wanatani
berbasis usaha sereh wangi dapat dikemukakan beberapa kesimpul;an sebagai berikut :
1. Pengembangan Hutan Kemasyarakatan dengan pola wanatani berbasis usaha sereh
wangi memperlihatkan prosepek yang sangat menguntungkan bagi petani apabila
dikelola dengan baik
2. Dalam penerapan pola tersebut diperlukan investasi sarana fisik berupa unit ketel
penyulingan . Investasi ini dapat dilakukan oleh perorangan maupun badan usaha atau
kelompok tani
3. Hasil analisa finansial da kelayakan usaha menunjukan bahwa pengusahaan sereh
wangi cukup menguntungkan baik petani maupun pihak pengelola/investor dengan
indikator kelayakan Net Present Value (NPV) (+) Rp 2,969,513, IRR = 64,69 %
sedangkan BC Ratio = 2,029 (>1).
4. Saat ini peluang pasar baik untuk tanaman kayu maupun unrtuk minyak sereh terbuka
lebar. Peluang ini perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mengembangkan
Model Wanatani berbasis sereh wang untuk meningkatkan pendapatran dan
kesejahtwraan massyarakat secara nyata
Rekomondasi
1. Deperlukan penelitian lebih lanjut berupa pengembangan teknologi tepat guna dalam
rangka mengoptimumkan perumbuhan dan hasil yang diperoleh dalam pola ini serta
meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bastary A. 2003. Pengembangan Usaha Produksi Minyak Sereh Wangi, Usulan
Proyek, tidak diterbitkan
2. Bastsri dan M. Yamin Mile, Pengembangan Usaha hutan Rakyat berbasis Produksi
Sereh wangi, Prosiding seminar, Prosaepek pengembangan Hutan
Rakyat di era Otonomi daerah, Loka Litbaqng Hutan Monson.,
Badan Litbang Departemen Kehutanan , 2003
3. Dudi, 2003. Pengelolaan Hutan Bersama Masyaraka, majalah Kehutanan Indonesia,
Jakarta
4. Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Badan peneltian dan Pengembangan
Kehutanan, Departemen Kehutanan, Yayasan Sarana Wana Jaya,
Jakarta
5. Hieronymus B.S., 1992. Sereh Wangi, Bertanam dan Penyulingan, Penerbit Kanisius,
Yokyakarta
6. Melati, Puti Rosmeilisa dan Haryatno D .Potensi pengembangan pola usaha wanatani
di desa. Cilampuyung, Kabupaten Garut.
7. Sanches, 1980. Soil in the tropics. United State Departemen of Agriculture,
Washington, USA
8. Tampubolon, S.M.H., 1988. Aspek Agronomi dan Ekonomi Sereh wangi dalam
rangka pengembangan daerah hulu Das Citanduy, Panitia kerja tetap
Dati II Cilaacap, Cilacap Jawa Tengah

EASYHITS4U

Link akun paypal Untuk transaksi bisnis anda yang lebih mudah

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PINGLER.COM