Kamis, 05 Januari 2012

POHON MIMBA (Azadirachta indica A.Juss)


Walaupun pemerintah telah meluncurkan program PHT (Pengendalian Hama Terpadu) agar masyarakat tidak tergantung kepada pestisida, juga mencabut subsidi dan melarang beberapa jenis pestisida, namun kenyataannya, nilai impor bahan pestisida yang pada tahun 1990an mencapai sekitar 200 milyaran rupiah (Kasryno, 1994) ternyata pada tahun 2000-an melampui angka 300 milyaran rupiah (Anon, 2000), bukannya menurun, malahan naik tajam.
Hal ini menunjukkan bahwa kita masih tergantung kepada pestisida kimia sintetis, khususnya impor dan kebiasan masyarakat kita masih kuat dan sulit dirubah untuk bergantung kepada pestisida, atau memang kebijakan pemerintah kita yang masih mendukung penggunaan pestisida kimia sintetis dengan cara meloloskan beberapa jenis pestisida untuk beredar di Indonesia dan sebaliknya belum atau kurang mendukung berkembangnya pestisida hayati di Indonesia. Salah satu jenis pestisida hayati yang sudah
banyak dikenal masyarakat dunia adalah yang berasal dari pohon mimba (Azadirachta indica A. Juss) (Gagoup and Hayes, 1984; Ermel, 1995). Selain dikenal sebagai pestisida dan juga bahan pupuk, bangunan serta penghijauan, belakangan ini dikenal juga sebagai bahan obat dan kosmetik sehingga disebut sebagai tanaman multi-fungsi (Grainge and Ahmed, 1987).
Mimba merupakan tanaman yang memenuhi persyaratan untuk dikembangkan menjadi sumber bahan dasar pembuatan pestisida nabati. Adapun persyaratan-persyaratan tersebut menurut Ahmed (1995) antara lain
(a) merupakan tanaman tahunan,
(b) tidak perlu dimusnahkan apabila suatu saat bagian tanamannya diperlukan,
(c) mudah dibudidayakan,
(d) tidak menjadi gulma atau inang bagi organisme pengganggu tumbuhan (OPT)
(e) mempunyai nilai tambah
(f) mudah diproses, sesuai dengan kemampuan petani.
KANDUNGAN BAHAN AKTIF
Seperti telah kita ketahui, bahwa tanaman merupakan gudang bahan kimia yang kaya akan kandungan berbagai jenis bahan aktif. Di dalam tanaman mungkin terkandung puluhan atau ratusan, bahkan ribuan jenis bahan kimia, sehingga sangat sulit untuk menentukan jenis dan fungsi atau manfaat setiap jenis kandungan bahan aktif tersebut. Dikenal suatu kelompok bahan aktif yang disebut “Produk metabolit sekunder” (Secondary metabolic products), dimana fungsinya bagi tumbuhan tersebut dalam proses metabolismenya kurang jelas. Namun kelompok ini dikenal berperan dalam hal berinteraksi atau berkompetisi, termasuk menjadi bahan untuk melindungi diri dari gangguan pesaingnya (Kardinan, 2002).
Mimba, terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin (Ruskin, 1993). Azadirachtin sendiri terdiri dari sekitar 17 komponen dan komponen yang mana yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas diketahui (Rembold, 1989). Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu hama pada proses makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya (Senrayan, 1997).
Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian (Chiu, 1988).
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari mimba, seringkali hamanya tidak mati seketika setelah disemprot (knock down), namun memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama yang telah disemprot tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam keadaan sakit (Ruskin, 1993).
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan serangga hama enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus terjadi ketika belalang Schistocerca gregaria menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman terserang belalang, kecuali satu jenis tanaman, yaitu mimba (Sudarmadji, 1999). Mimbapun dapat merubah tingkah laku serangga, khususnya belalang (insect behavior) yang tadinya bersifat migrasi, bergerombol dan merusak menjadi bersifat solitair yang bersifat tidak merusak (informasi lisan Prof. K. Untung).
Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus, bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam mengendalikan penyakit tanaman (Ruskin, 1993). Tidak terbatas hal itu, bahan-bahan ini sering digunakan dan dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional yang mampu menyembuhkan segala jenis penyakit pada manusia (Kardinan dan Taryono, 2003).
Selain mengandung bahan-bahan tersebut di atas, di dalam tanaman mimba masih terdapat berpuluh, bahkan beratus jenis bahan aktif yang merupakan produksi metabolit sekunder yang belum teridentifikasi dan belum diketahui manfaatnya. Oleh karena itu,penelitian mengenai penggalian potensi mimba masih banyak diperlukan.
MANFAAT DAN BERBAGAI PRODUK DARI MIMBA
Mimba sebagai obat tradisional
Sangat banyak berita-berita yang menginformasikan khasiat mimba dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit, bahkan saat ini daun mimba sudah dijual dalam berbagai macam kemasan, mulai dari kapsul, tepung daun, daun kering ataupun teh mimba instant. Dalam kemasan tersebut disebutkan bahwa daun mimba mampu menanggulangi penyakit tumor, kanker, diabetes, kolesterol, asma, darah tinggi, asam urat dan lainnya. Diberitakan oleh Karjono dalam majalah Trubus (1998) mengenai suatu kasus seorang pasien yang sudah divonis dokter bahwa yang bersangkutan tidak bisa tertolong, namun berkat meminum 7 (tujuh) lembar daun mimba, berangsur-angsur si pasien sembuh, sampai akhirnya sembuh total dan sampai saat ini masih segar bugar dan meneruskan meminum teh mimba.pohon-mente1
Sampai saat ini masih terjadi kontroversi mengenai digunakannya daun mimba sebagai obat tradisional. Disatu pihak bersikeras bahwa mimba adalah racun yang apabila digunakan sebagai obat akan sangat membahayakan si pasien. Dilain pihak bersikeras pula bahwa mimba dapat digunakan sebagi obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit, karena telah digunakan sejak jaman dahulu dan sudah banyak bukti akan khasiat mimba dalam menanggulangi berbagai macam penyakit, hanya proses pembuatan dan dosisnya yang harus diperhatikan secara tepat dan benar. Suatu contoh bahwa untuk digunakan sebagai obat, hanya 7 (tujuh) lembar daun mimba atau setara dengan ¼ sendok teh tepung daun mimba yang perlu digodok dalam 2 (dua) dua gelas air, sehingga menjadi 1 (satu) gelas air atau langsung diseduh air panas dalam satu gelas dan diminum selagi hangat, jangan sampai dibiarkan/diendapkan sampai keesokan harinya, karena akan berubah menjadi racun. Dalam hal ini banyak kasus pasien keracunan karena si pasien ingin puas dan cepat sembuh, sehingga mengkonsumsi over dosis yang sangat membahayakan si pasien itu sendiri. Selain itu banyak kasus bahwa dengan alasan lupa meminum, akhirnya seduhan tadi mengendap sampai keesokan harinya dan diminum yang akhirnya juga membahayakan si pasien.bunga-mimba
Mimba sebagai pestisida
Sudah sejak lama mimba digunakan sebagai pestisida nabati dengan kemanjuran dan peruntukan yang luas (Broad spectrum), baik digunakan secara sederhana di negara berkembang, maupun digunakan secara terformula di negara maju, seperti Amerika Serikat. Di Amerika Serikat sendiri mimba sudah digunakan secara meluas, yang pada awalnya hanya diperuntukan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada tanaman yang bukan untuk dikonsumsi (non-food crops), namun belakangan ini sudah diperkenankan dipergunakan untuk mengendalikan OPT pada tanaman pangan (food crops), dengan berbagai jenis merk dagang, diantaranya adalah Margosan, Aligin, Turpex, Azatin dan Bio-neem. Negara lainpun di Asia sudah banyak yang memproduksi pestisida nabati dari mimba, diantaranya India dengan berbagai merk dagang, satu diantaranya yang sudah masuk ke Indonesia adalah “Neemazal”, Singapura yang juga telah memproduksi pestisida nabati mimba dan telah masuk pula ke Indonesia, namun dengan mengaku/mengklaim sebagai pupuk organik cair, yaitu “Bionature”, dan masih banyak merk dagang lain yang telah dibuat oleh Thailand, Myanmar dan Singapura.buah-mimba
buah-dan-biji
Indonesiapun saat ini telah banyak yang memproduksi pestisida nabati dari mimba,diantaranya oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), Balai penelitian Tanaman Serat dan Kapas (Balittas-Malang), Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro-Bogor) dan pihak-pihak swasta (PT. Nihon Seima), maupun LSM lainnya.Namun demikian hanya satu yang telah terdaftar dan mendapat ijin dari Komisi Pestisida – Departemen Pertanian. Prosesnya pendaftaran pestisida agak rumit (disamakan dengan pestisida kimia sintetis), yang paling utama adalah “Biaya” yang harus dikeluarkan relatif besar bila diukur dari para pengembang lokal yang umumnya bukan merupakan pengusaha besar dengan skala impor-ekspor. Untuk itu, jika pemerintah mempunyai itikad baik (Political will) untuk membatasi berkembangnya penggunaan pestisida kimia sintetis yang semakin waktu semakin meningkat dengan pencemaran lingkungan dan dampak negatif yang semakin meningkat pula, maka pemerintah harus mendukung berkembangnya penggunaan pestisida nabati, khususnya dari mimba ini, salah satunya dengan memberikan kemudahan perijinan dan keringanan biaya pendaftarannya.
Mimba sebagai bahan pupuk organik
Bungkil atau dedak biji mimba yang telah diambil minyaknya, baik secara di pres, maupun diekstrak dengan heksan, merupakan bahan pupuk organik yang kaya akan nutrisi yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Selain bahan nutrisi tanaman, baik unsur makro, maupun mikro, bungkil biji mimba ini juga masih mengandung bahan aktif pestisida nabati, seperti azadirachtin yang akan bermanfaat mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan yang berada di dalam tanah, seperti hama rayap, uret/kuul/lundi, nematoda dan hama lainnya, sehingga penggunaannya sebagai pupuk organik akan bermanfaat ganda, yaitu secara tidak langsung akan bermanfaat sebagai pestisida juga. Keuntungan lain yang diperoleh adalah bahwa azadirachtin bersifat sistemik, yaitu dapat meresap kedalam jaringan tumbuhan, sehingga apabila diaplikasikan sebagai pupuk di tanah, maka apabila terisap oleh tanaman akan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya, seperti daun dan akan berfungsi melindungi tanaman dari gangguan OPT. Pupuk organik dari bungkil biji mimba ini telah diproduksi oleh Balittro, yaitu dengan penambahan pupuk kandang, kompos ataupun guano kedalamnya, sehingga diperoleh pupuk organik plus.
neem-oil-hasil-pengepresanSelain bungkil biji mimba, daunnyapun dapat digunakan sebagai bahan kompos untuk dijadikan pupuk organik yang juga mengandung kandungan bahan aktif pestisida nabati, sehingga dapat berfungsi ganda. Pohon mimba berdaun lebat, sehingga daun mudah diperoleh. Walaupun pohon mimba hanya akan berbiji bila ditanam ditempat yang panas dan kering di dataran rendah, namun mimba akan tetap berdaun walaupun ditanam di dataran tinggi dengan curah hujan yang tinggi.
Mimba sebagai pohon penghijauan dan reboisasi
Pohon mimba termasuk pohon yang mampu beradaptasi di daerah marginal yang panas dan kering, bahkan berbatu. Di Situbondo pohon mimba dapat ditemukan dari mulai pesisir pantai, rawa-rawa sampai di perbukitan berbatu sekalipun, sehingga pohon ini akan sangat cocok digunakan sebagai pohon penghijauan ataupun reboisasi di Indonesia, khususnya di daerah yang panas dan kering di dataran rendah. Walaupun tidak berbiji apabila ditanam di dataran tinggi (di atas 300 m dpl.), namun pohon mimba masih mampu berdaun dengan lebat.
Pohon mimba dengan tinggi yang mampu mencapai 20 m, bersifat mampu meresap CO2 dari udara relatif lebih banyak dibanding pohon-pohon lainnya, juga dengan sendirinya mampu mengeluarkan O2 relatif lebih banyak pula dibandingkan pohon pohon lainnya, sehingga pohon ini dianggap mampu meminimalkan polusi udara dan memberikan kesegaran pada lingkungan. Oleh karena itu pohon ini sangat cocok dijadikan pohon penghijauan di perkotaan khususnya kota-kota besar seperti Jakarta yang memang sudah sangat tinggi dengan polusi udaranya.
Pohon mimba mempunyai perakaran yang kuat dan dalam, sehingga sangat memungkinkan mampu mengangkat unsur hara di dalam tanah dan mengeluarkannya ke permukaan melalui jatuhnya bagianbagian tanaman ke permukaan tanah. Oleh karena itu pohon ini diharapkan mampu memperbaiki kesuburan tanah dan akan sangat cocok ditanam di daerah yang kurang subur. Untuk keperluan ini sebaiknya bibit mimba yang digunakan adalah yang berasal dari biji (generatif), bukan yang berasal dari stek batang atau ranting (vegetatif), karena bibit yang berasal dari biji memiliki akar tunggang (dari perbanyakan vegetatif tidak memiliki akar tunggang) dan akan lebih tahan dalam menghadapi terpaan angin ataupun gangguan goyangan lainnya agar tidak tumbang.
Pohon mimba memiliki diameter batang yang cukup besar dan kayunya termasuk kayu kelas satu, sehingga akan sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai bahan bangunan, sedangkan daunnya yang lebat dapat digunakan sebagai pakan ternak yang juga bersifat sebagai obat cacing untuk ternak. Namun demikian, saat ini tidak dianjurkan menebang pohon mimba untuk digunakan kayunya, karena populasinya di Indonesia masih relatif rendah.
Saat ini bibit pohon mimba yang berasal dari biji tersedia di BPT Situbondo dalam jumlah besar, sehingga siap mendukung program reboisasi dan penghijauan di Indonesia.
PROSES PENGOLAHAN MIMBA
Bagian utama dari pohon mimba yang dimanfaatkan adalah daun dan biji. Berikut dijelaskan mengenai prosesing daun dan biji agar dapat dimanfaatkan, baik sebagai obat, pestisida, kosmetik, toilet teries, pupuk dan lainnya.
Biji
Biji mimba mengandung minyak sekitar 40%. Untuk memperoleh minyaknya dapat diperoleh dengan 2 (dua) cara ;
Cara pengepresan, yaitu dengan jalan mengepres biji mimba dengan suatu alat pengepres sehingga yang tersisa adalah bungkilnya yang biasanya masih mengandung minyak. Dengan cara ini minyak yang terambil antara 15-20 %, sehingga kandungan minyak pada bungkil masih tinggi, oleh karena itu banyak orang yang menggunakan bungkil mimba ini sebagai bahan pestisida dengan cara mengekstraknya dengan ethanol atau denan air dengan sedikit penambahan deterjen atau sabun colek, agar antara minyak dan air terjadi emulsi.
Ekstraksi dengan heksan : yaitu dengan cara mengaduk dan maserasi adukan tersebut, sehingga minyak yang terkandung dalam biji mimba tertarik dan bercampur dengan heksan. Selanjutnya heksan tersebut di rotavapor (diuapkan) untuk memisahkan pelarut heksan dengan minyak mimba. Dengan cara ini minyak yang terambil lebih tinggi, yaitu dapat mencapai antara 20 – 25%. Namun demikian, bungkil mimbanya masih mengandung minyak dan masih dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati, yaitu dengan cara mengekstraknya dengan ethanol, atau ada juga yang mengekstraknya dengan air yang ditambah sedikit emulsifier, biasanya deterjen atau sabun cair Teepol. Selanjutnya minyak yang diperoleh digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya pembuatan sabun mandi, shampo, pestisida, sabun pencuci tangan, pasta gigi dan lainnya.
Daun
Daun dapat digunakan langsung dalam keadaan segar, ataupun dikeringkan, sehingga di peroleh simplisia kering, namun ada juga yang dibuat tepung, sehingga lebih praktis pengemasannya. Dalam keadaan segar tidak memerlukan perlakuan khusus, hanya perlu dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan cara dicuci, selanjutnya apabila akan digunakan sebagai obat, cukup menyeduh tujuh lembar daun dalam dua gelas air sampai menjadi satu gelas air. Simplisia kering daun diperoleh dengan cara mengering-anginkan daun sampai daun bisa diremas menjadi serpihan. Bisa juga dilakukan pemanasan dengan
oven yang dilengkapi fan (kipas angin) pada suhu maksimal 400C atau ada juga yang menjemur di bawah sinar matahari di bawah jam 10 pagi (tidak terlalu terik). Tepung daun mimba diperoleh dengan cara menggrinder simplisia kering tadi dengan alat khusus(grinder) atau dapat juga dengan alat penghancur yang ada pada mixer.
KESIMPULAN
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan tanaman multimanfaat karena selain dapat tumbuh dengan baik di daerah marginal yang panas dan kering, juga dapat berfungsi sebagai pohon reboisasi dan penghijauan, bahan pestisida nabati yang dapat mengendalikan OPT secara ramah lingkungan serta bahan pupuk organik yang selain mengandung unsur hara tanaman, baik makro, maupun mikro, juga mengandung bahan pestisida untuk menanggulangi OPT di dalam tanah.
Catatan : Saat ini Pohon Mimba di tempat kami belum berbuah. Untuk anda yang memerlukan biji mimba untuk bahan bibit/perbanyakan belum bisa dipesan saat ini. Diperkirakan sekitar bulan Januari 2011, biji mimba asal BPT Situbondo sudah bisa dipanen.Terimakasih.
Sumber :
Agus Kardinan dan Azmi Dhalimi, Balitro, 2003
Anonim, Tumbuhan Berkhasiat Obat, 1987
Perbedaan Mindi dan Mimba
Berikut ini ada beberapa perbedaan yang bisa dilihat dari pohon Mindi dan pohon Mimba. Untuk lebih jelasnya berikut pada foto dibawah ini :
batang mimba batang mindi kiri -kanan : batang pohon mimba-batang pohon mindi
daun mimba (kiri)- daun mindi (kanan)
kiri-kanan ; daun mimba-daun mindi
foto bawah : daun mindi muda (kiri)-daun mimba muda (kanan)
daun mindi muda (kiri)-daun mimba muda (kanan)
pohon mindi
Jika daun mimba dicicipi, rasanya jauh lebih pahit daripada rasa daun mindi. Selain itu pada daun mindi, masih terlihat bekas gigitan serangga. Beda dengan daun mimba, yang biasanya bersih dari bekas gigitan serangga.

Minggu, 01 Januari 2012

PELUANG DAN TANTANGAN PEMASARAN KAYU MINDI

Studi Kasus di Bogor Jawa Barat
Oleh :
Karyono dan Hariyatno

RINGKASAN
Peluang pemasaran kayu mindi (Melia azedarach L.) baik di dalam negeri maupun ke luar
negeri seperti ke Jepang, Belanda dan Amerika Serikat semakin terbuka. Peluang tersebut
didukung oleh semakin meningkatnya tingkat permintaan dari industri pengolahan kayu mindi
di Indonesia terutama di kawasan Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi), dan
beberapa daerah di Jepara Propinsi Jawa Tengah. Selain industri rumah tangga masyarakat
konsumen (RTK) juga telah memanfaatkan kayu mindi sebagai bahan bangunan dan bahan baku
mebeler. Kayu mindi memiliki warna cerah seperti kayu karet atau Jati. Serat kayunya halus,
mudah untuk pengolahan. Mindi cocok sebagai bahan baku produksi hasil kayu katagori small
product (Meja Strikaan, Rak TV, Rak handuk ). Mudah ditanam tidak memerlukan pemeliharaan
yang intensif, tahan terhadap serangan hama gerek dan hama pucuk yang biasa terjadi pada kayu
Sengon. Umur 5-10 tahun bisa dipanen, sebelum ditebang berfungsi sebagai pelindung tanaman
inti. Harga di pasaran mampu bersaing dengan jenis kayu dari kebun rakyat misalnya dengan
kayu Sengon dan Durian).
Tantangan bagi pelaku pasar kayu mindi yaitu ; ketersediaan kayu mindi secara kontinu
mengingat budidaya kayu mindi tidak dilakukan secara intensif oleh masyarakat. Di lain pihak
instansi terkait (Kehutanan, Perhutani, Inhutani dan HPH) belum melakukan penanaman secara
intensif.
Kata kunci : Peluang, tantangan, pemasaran, mindi.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kayu mindi (Melia azedarach L) ada yang tumbuh secara liar dan ada yang
ditanam tapi tidak dipelihara secara intensip. Di daerah Bogor, Jawa Barat,
misalnya terdapat di daerah Rumpin, Sukamantri, Cimahpar, dan Pondok Bitung,
kayu mindi yang sengaja ditanam oleh masyarakat di sekitar pelataran sawah atau
kebun sebagai pelindung tanaman pokok seperti cabe, secin, wortel, padi, jagung,
pisang dll. Setelah tua (5-10) tahun, kayu tersebut dijual sebagai tambahan
pendapatan petani. Daun mindi selain dijadikan pakan ternak seperti kambing, biribiri,
dan sapi, juga sebagai pupuk hijau, buahnya bisa dimanfaatkan sebagai obat
pestisida (Kardinan,1999). Kayu yang masih kecil dan lurus (lingkaran 7-10 cm)

dengan panjang 1,5 - 4 meter bisa digunakan sebagai bahan mainan masyarakat
desa di musim kemarau yang disebut kolecer.
Mindi memiliki tekstur yang menarik menyerupai kayu Jati atau Mahoni. Oleh
sebab itu kayu mindi dapat dikelompokkan sebagai kayu komersial karena telah
laku diperdagangkan baik di pasaran lokal maupun di pasaran internasional dalam
bentuk barang jadi (Mebeler).
Mobilitas tingkat pemakaian kayu jati, mahoni, ramin, rasamala cukup tinggi,
selain semakin langka juga harganya cukup mahal, jangkauan daya beli masyarakat
semakin jauh, maka sebagian perusahaan perkayuan mengalihkan perhatiannya
untuk menggunakan jenis kayu mindi sebagai alternatif bahan baku industrinya.
Berkembangnya pemanfaatan kayu mindi membuka peluang bagi pelaku pasar
untuk memanfaatkan kayu mindi sebagai bahan mebeler. Di sisi lain, sekaligus
merupakan tantangan bagi masyarakat dan Pemerintah serta Badan Usaha lainnya
yang bergerak dibidang budidaya kayu jenis komersial (Perum Perhutani, Inhutani,
HPH-HTI dan lain-lain). Yang selama ini belum diketahui secara pasti adalah
potensi kayu mindi untuk mensuplai bahan baku industri kayu mindi.
Pohon mindi yang ada saat ini, khususnya di daerah Bogor, tersebar secara
sporadis dengan luasan yang relatif kecil pada kebun-kebun rakyat. Mindi
cenderung diminati oleh masyarakat karena memiliki daur pendek, pada umur 5 -
10 tahun sudah dapat dipanen sebagai tambahan pendapatan. Penanganan pasca
panen termasuk penyediaan pasar dan informasi pasar serta sistem pemasaran hasil
produksi kayu mindi yang efektif merupakan salah satu tantangan bagi pelaku
pasar.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini akan mengkaji peluang dan tantangan pemasaran kayu
mindi kaitannya dengan upaya budidaya tanaman kayu mindi oleh masyarakat
dalam menggali potensi sebagai sumber pendapatan masyarakat dan pendapatan
asli daerah (PAD).

II. METODE

A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di daerah Bogor, Jawa Barat, mengingat daerah ini
merupakan daerah yang banyak tanaman mindinya jika dibandingkan dengan
daerah lain di Jawa Barat. Di daerah ini juga sudah banyak pelaku pasar kayu
mindi, baik sebagai bahan bangunan, mebeler maupun dijual kepada pedagang
pengumpul dan industri.
B. Pengumpulan dan pengolahan data
Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder
dikumpulkan dari aparat pemda terkait, sedangkan data primer dikumpulkan dari
petani dan pedagang serta pelaku pasar khusus kayu mindi.

Data diolah dengan memperhitungkan berbagai biaya dan dengan menjumlah
biaya eksploitasi (penebangan, pengangkutan), penggergajian, biaya pengeringan
sampai biaya pengangkutan ke industri.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum daerah penelitian

Luas Kabupaten Bogor adalah 332.633 ha dibagi 30 Kecamatan dan 402
Desa/kelurahan. Berdasarkan PP No. 33 tahun 1967, luas hutan yang diharapkan
30 % dari luas daratan. Luas hutan di Kabupaten Bogor tercatat 88.803,61 ha,
yang terdiri dari: Hutan Lindung : 17. 414,58 ha (5,24 %), Hutan Produksi
58.069,03 ha (17,43 %), Hutan Rakyat 13.320 ha (4,00 %).
Oleh sebab itu masih ada peluang untuk membangun hutan rakyat dengan jenis
pohon mindi yang akan mendukung peluang pasar internasional terutama Jepang,
Belanda dan Amerika. Tingkat permintaan terhadap kayu mindi cenderung
meningkat baik di pasar lokal maupun internasional. Untuk pasaran internasional
kayu mindi dalam bentuk kayu berbajian (4 S) dan furniture telah diekspor ke
Jepang dan Amerika Serikat. Sifat pengerjaannya cukup baik karena seratnya
halus dan kayunya memiliki kerapatan sedang. Industri pengolahan kayu mindi saat
ini terdapat di Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Bogor, pada umumnya industri ini
memerlukan bahan baku untuk pasaran dalam dan luar negeri. Sebagai contoh
untuk pasaran luar negeri (Jepang dan Amerika) salah satu perusahaan eksportir
furnitur memerlukan bahan baku kayu mindi sekitar 250 m³ sawn timber setiap
bulan. Untuk pasaran lokal seperti Bogor, diperlukan 100 m³ sawn timber per
bulan sebagai bahan baku “wood rack”. Hasil penjualan kayu mindi merupakan
sumber pendapatan masyarakat petani asli daerah. Kayu mindi belum
dibudidayakan secara intensif, oleh sebab itu potensi kayu mindi di kebun milik
rakyat semakin langka. Mengingat hal ini maka peluang peningkatan pendapatan
asli daerah akan semakin terbuka antara melalui pembudidayaan tanaman kayu
mindi. Tulisan ini mengulas peluang dan tantangan pemasaran kayu mindi
kaitannya antara upaya budidaya tanaman kayu mindi oleh masyarakat bersamasama
dengan aparat pemda terkait.

B. Potensi Kayu Mindi
Di Jawa Barat khususnya di daerah Bogor, kayu mindi belum dibudidayakan
secara intensif oleh masyarakat maupun oleh instansi terkait misalnya Dinas
Perhutanan dan Konservasi Tanah (PKT), Perum Perhutani (KPH-KPH) maunpun
instansi kehutanan lainnya. Bagitu juga potensi kayu mindi yang ada di sekitar
hutan/kebun masyarakat belum terpantau, sehingga sulit untuk menaksir
kemampuan tingkat supply terhadap industri pengolahan. Oleh sebab itu potensi
yang telah dimanfaatkan oleh pelaku pasar di Jawa khususnya di daerah Bogor
baru terbatas dari potensi hutan atau kebun rakyat.
Jumlah kayu mindi di hutan/kebun rakyat umumnya berkisar antara 1 - 20 pohon
per keluarga, dengan diameter antara 10 - 50 cm (Gambar 1). Umur pohon
berkisar antara 5 - 12 tahun .

Gambar 1. Pohon Mindi dapat mencapai diameter 50 cm


Gambar 2. Kumpulan pohon mindi di kebun rakyat

C. Harga Kayu Mindi

1. Harga di tingkat petani

Harga kayu mindi di tingkat petani berkisar antara Rp. 350.000  per
pohon. Petani pada umumnya kurang memiliki informasi harga pasar kayu mindi,
sehingga harga ditingkat petani relatif masih rendah. Selain terputusnya informasi
harga pasar ditingkat petani, harga jual kayu mindi sangat dipengaruhi oleh faktor
topografi, jarak dari jalan raya ke jalan desa. Dalam pengangkutannya diperlukan
tenaga kerja dan biaya cukup besar. Oleh sebab itu harga yang diterima ditingkat
petani menjadi lebih rendah. Kesulitan lain adalah dalam penebangan mengingat
lokasinya berada di kebun-kebun, apabila dalam penebangan menimpa tanaman
milik orang lain seringkali harus membayar ganti rugi. Pada umumnya pohon
mindi memiliki bagian batang yang bengkok atau cacat sehingga mempengaruhi
harga jual ditingkat petani. Petani menjual kayunya dikebun-kebun, sawah-sawah
kepada pedagang pengumpul dalam bentuk pohon/tegakan. Sehingga pedagang
pengumpul harus mengeluarkan biaya eksploitasi cukup besar untuk penebangan
dan pemotongan, dan pengangkutan ke tempat penumpukan sementara di tepi jalan
mobil, dan biaya pengangkutan ke sawmill terdekat. Harga yang diterima ditingkat
petani relatif rendah mengingat sebelum diangkut ke konsumen, biaya yang
dikeluarkan pembeli/pedagang pengumpul cukup besar. Pada umumnya pedagang
pengumpul mengeluarkan biaya eksploitasi 2 kali lebih besar dari harga kayu yang
dibeli dari para petani. Sebagai contoh dengan harga beli 82 pohon Rp.
43000.000,-, Harga kayu per pohon yang diterima di tingkat petani
berkisar antara Rp. 250.000 - Rp. 350.000,-.
Nama /Wilayah Jumlah pohon yang ditebang Harga per pohon Jumlah pendapatan per wilayah
Cimanglid (A) 49 47.143 2.310.000
Gang Sawo (B) 18 58.333 1.050.000
Pondok bitung (C) 14 52.875 740.000
Cibalagung (D) 4 50.000 200.000
Jumlah (A,B,C dan D) 82 52.500 4.300.000
Sumber data : Data primer, 2001.

2. Harga di tingkat pedagang pengumpul
Pedagang pengumpul membeli dalam bentuk kayu bulat (logs) dari petani, lalu
diolah menjadi kayu gergajian (sawn timber) sesuai ukuran pemesan. Pedagang
pengumpul berfungsi sebagai pemasok baik industri mebeler maupun pemakai
langsung rumah tangga. Pedagang pengumpul berfungsi sebagai penjual jasa
dalam penyaluran produk kayu mindi dan bukan sebagai pembuat produk jadi.
Jasa yang diperoleh dari aktivitasnya adalah margin yang diterima di tingkat petani
dengan industri pengolah atau pemakai rumah tangga. Pedagang pengumpul tidak
hanya menunggu pembeli atau penjual kayu, tetapi mencari pembeli dan penjual
didaerah-daerah. Hubungan dengan pihak lain yang memiliki informasi tentang
pohon mindi dan informasi harga pasar sangat diperlukan oleh pedagang
pengumpul. Harga jual kayu ditingkat pedagang pengumpul dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain : harga kayu ditingkat petani, biaya eksplotasi
(penebangan, penyaradan/pengangkutan dan muat bongkar), biaya penggergajian
di sawmill/rental kayu dan biaya pengeringan.
Untuk mendapat kepercayaan, pedagang pengumpul harus memiliki cukup
modal karena pembelian kayu secara tunai kepada petani. Selain diperlukan modal,
pedagang pengumpul harus memiliki keterampilan dalam menaksir volume kayu
dari pohon dalam kondisi berdiri dan pengurusan dokumen angkutan kayu (Pas
Angkutan Kayu) dari instansi yang berwenang. Sebagai contoh untuk memperoleh
sekitar 17 m³ logs diperlukan modal kerja sekitar Rp. 7 - 8 juta rupiah. Dari jumlah
modal tersebut digunakan untuk biaya pembelian kayu, penebangan, pengangkutan
dan penggergajian sampai pengeringan kayu. Harga kayu gergajian ditingkat
pedagang pengumpul berkisar antara Rp.450.000 sampai Rp. 600.000 /m³. Kayu
yang dikirim sesuai dengan pesanan/order yang sudah ditetapkan perusahaan
mebeler (Perusahaan Pemesan Kayu). Dalam pengiriman barang perlu dilengkapi
dengan dokumen Pas Angkutan Kayu dari instansi terkait. Setiap perusahaan
pemesan menerima kayu mindi sesuai dengan pesanan (spesifikasi) dari
perusahaan, misalnya A1,A2,A3 dan B serta dengan ketebalan kayu antara 1,3 cm
s/d 4,8 cm, lebar kayu antara 3,3 cm sampai dengan 10 cm up dan panjangnya
antara 38 cm sampai 2m atau di atas 2 m.

Luas hutan rakyat di Kabupaten Bogor mencapai 13.320 ha, sedangkan luas hutan
produksi 58 ribu hektar. Areal hutan ini memberi peluang bagi penanaman kayu
mindi. Pelaku pasar kayu mindi akan menghadapi peluang dan tantangan yang
berbeda dan masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan berbeda pula.
Peluang dan tantangan tersebut diidentifikasi seperti terlihat pada Tabel 5.
Kayu mindi di pasarkan mulai dalam bentuk kayu bundar, papan gergajian
sampai barang jadi (mebeler), dan melibatkan berbagai pelaku pasar mulai dari
petani, pedagang pengumpul, industri penggergajian sampai pengrajin mebeler.
Petani sebagai pemilik tanaman mindi, biasanya menjual kayu mindi masih
berupa pohon kepada pedagang pengumpul di desa. Semua biaya penebangan,
pemotongan dan penarikan menjadi tanggungan pedagang pengumpul.
Kayu bundar mindi oleh pedagang pengumpul di desa-desa diolah menjadi
bentuk kayu gergajian sesuai pesanan dari industri pengolahan kayu moulding dan
mebel atau pesanan konsumen lainnya. Industri pengolahan kayu di sekitar
Jabotabek mengolah kayu mindi menjadi produk jadi untuk diekspor ke luar negeri
atau dipasarkan di dalam negeri. Suatu industri pengolahan kayu dapat berfungsi
sebagai eksportir dan umumnya mengandalkan lebih dari satu pemasok kayu mindi.
Bagan pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tataniaga Kayu Mindi

KESIMPULAN
1. Peluang pemasaran kayu mindi cukup terbuka setelah beberapa industri
pengolahan kayu beralih mengolah bahan baku dari kayu jati dan mahoni ke
jenis kayu mindi di kawasan Jabotabek.
2. Harga kayu mindi di tingkat petani berkisar antara Rp. 850.000 s/d 1.300.000/m³
kayu bulat (logs), lebih mahal dari harga kayu sengon Rp. 300.000 s/d 450.000,- per m³ namun jauh lebih murah dari harga kayu mahoni Rp. 1.800.000
s/d 2.200.000,- per m³.
Petani Mindi
Pedagang
Pengumpul
Penggergajian
Industri Pengolahan
Mebel/ Moulding

3. Kayu mindi termasuk jenis kayu cepat tumbuh, pada umur 5- 10 tahun dapat
dipanen. Kayu mindi tahan terhadap serangan hama dan penyakit jika dibanding
dengan tanaman kayu lainnya (sengon). Kayu dapat tumbuh tanpa perawatan
yang intensif.
4. Tantangan pemasaran bagi petani antara lain kurang memiliki informasi harga
pasar.
5. Budidaya kayu mindi belum dilakukan secara intensif oleh masyarakat maupun
instansi terkait ( Kehutanan, Pemda dan BUMN serta HP-HTI).
6. Industri pengolahan kayu mindi sangat selektif terhadap kualitas kayu yang
dibeli dari pemasok.
7. Pembayaran yang dilakukan industri umumnya dilakukan secara bertahap.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Hutan rakyat sebagai sumber PAD sebuah tantangan di masa
depan, Prosiding Diskusi Panel P2SE, Bogor.
Dedi Kurniadi (Ir). 2000. Masalah dan kendala dalam membangun hutan rakyat di
Kabupaten Bogor , Diskusi Panel P2SE, Bogor.
Nur Hidayat (Ir). 2000. Kebijakan Pemerintah dalam mendorong Pengembangan
Hutan Rakyat, Diskusi Panel P2SE, Bogor.
Karyono dan Supriadi. 2000. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kayu Mindi studi kasus
di Bogor Jawa Barat, Info Hasil Hutan Vol 8 No. 1. Puslitbang Hasil Hutan,
Bogor 2001.

EASYHITS4U

Link akun paypal Untuk transaksi bisnis anda yang lebih mudah

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PINGLER.COM