Pertimbangan
teknik silvikultur adalah keadaan tempat tumbuh (iklim dan tanah),
keadaan lapangan (topografi) dan vegetasi (sifat dari jenis tanaman).
Asas
ekonomi perusahaan dan pengawasan mencakup aspek tujuan penguasahaan
hutan, pada tahap penebangan habis hutan alam, ditujukan untuk
memperoleh hasil maksimal di mana semua kayu dapat dimanfaatkan,
sementara pada tahap pengadaan hutan kembali, diusahakan penanaman jenis-jenis pohon yang bernilai tinggi terutama untuk keperluan industri, serta memungkinkannya diadakan pengawasan yang efektif yang meliputi cara penebangan dara penghutanannya kembali.
THPB
adalah suatu sistem silvikultur yang meliputi cara penebangan dan cara
pembuatannya kembali yaitu dengan cara menebang habis semua pohon yang
terdapat dalam
tegakan hutan sedangkan permudaannya dilakukan dengan mengadakan
penanaman kembali areal bekas tebangan habis tersebut, dengan tujuan
untuk memperoleh tegakan hutan baru yang seumur dan bernilai tinggi (memperoleh hasil maksimal), sesuai dengan tujuan perusahaan (umumnya untuk keperluan industri)
Dalam sistem
silvikultur THPB, semua pohon berharga baik karena jenis maupun karena
ukurannya, ditebang untuk dimanfaatkan. Jatah tebangan disesuaikan
dengan keadaan hutan, target produksi dan kemampuan reboisasi Secara
ideal sistem ini meliputi penebangan dan permudaan setiap tahun dengan
luas blok-blok yang sama (coupes) dan tergantung pada daur (rotasi) dari
species pohon yang itu sendiri. Hasil akhir dari sistem ini akan
terbentuk tegakan-tegakan dengan umur: 1,2,3,...........r (r = rotasi).
Penebangan dengan selalu meninggalkan tegakan pelindung (a sheltering
stand).Lebar blok tebangan ideal adalah 20-100 m.
Beberapa aspek yang dijadikan pertimbangan dalam sistem ini mencakup asas kelestarian hutan, teknik silvikultur dan asas ekonomi perusahaan hutan.
Asas kelestarian hasil mencakup penyelamatan tanah dan air (soil and
water conservation), perlindungan alam dan tidak terjadinya
penurunan/kekosongan produksi, diusahakan meningkatkan nilai produksi
dan tiap areal hutan dengan jalan penanaman dan pemeliharaan serta
perlakuan-perlakuan lain terhadap jenis-jenis kayu perdagangan terutama
jenis-jenis kayu industri, secara terus menerus dari satu rotasi ke lain
rotasi.
Areal
penggunaan sistem THPB diprioritaskan pada lahan kosong, padang
alang-alang dan semak belukar. Sisem ini kurang cocok untuk diterapkan
di hutan alam karena menimbulkan ancaman terhadap kelestarian ekologi,
yang mana penting bagi keberlanjutan hutan seterusnya. Sistem ini
diterapkan pada pengelolaan hutan tanaman karena ditujukan untuk
membangun hutan buatan terutama untuk memenuhi kebutuhan kayu untuk
keperluan industri sehingga pada dasarnya diterapkan dalam pengelolaan
Hutan Tanaman Industri/HTI (PP No. 7 tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri dan KepMenHut No.435/Kpts-II/1997 tentang Sistem
Silvikultur dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri). Sistem ini
dapat diterapkan pada hutan alam jika pada areal tersebut ditujukan
untuk konversi ke hutan tanaman untuk pengembangan tanaman pokok dan
atau tanaman kehidupan dan atau tanaman unggulan (PerMenHut
No.P.3/MenHut II/2008) namun sebaiknya upaya konversi ini dihindari
jikapun terpaksa untuk dilakukan harus melalui beberapa pertimbangan dan
disesuaikan dengan aturan yang ada agar tidak berbahaya dari segi
ekologi. Keadaan topografi dengan kelerengan maksimal 25% dan
kelerengan dengan topografi 8%-25% harus diikuti dengan upaya konservasi
tanah (KepMenHut No.10.1/Kpts-II/200)
THPB bersifat monocyclic
(siklus tunggal) dan intensitas penebangan sangat besar sehingga
menyebabkan pengurangan jumlah jenis bahkan terjadi pergantian jenis
tanaman.
Rangkaian kegiatan THPB dapat berupa kegiatan sebagai berikut :
1. Survei ekologi dan sosial
ekonomi untuk mengetahui kondisi tanah, iklim, dan topografi, tenaga
kerja, pemasaran hasil dari suatu areal yang akan dikerjakan.
2. Pemilihan jenis yang sesuai dengan TAPAK di lapangan
3. Persiapan sumber benih dan cara memperolehnya, serta persiapan persemaian sesuai kebutuhan
4. Persiapan areal penanaman
5. Penanaman dengan jenis terpilih pada awal musim penghujan dengan cara tumpang sari atau banjar harian.
6. Pemeliharaan tanaman
Kegiatan pemeliharaan dapat berupa :
a. Penyulaman;
besarnya intensistas penyulaman tergantung persen jadi tanaman.
Maksimal dilakukan dua kali yaitu 1-2 bulan sesuah penanaman dan akhir
tahun ke 2 atau awal tahun ke 3 setelah penanaman.
b. Pemupukan
Dilakukan
pada tanah-tanah yang miskin hara dan jika tanaman perlu untuk
dipercepat pertumbuhannya. Umumnya dilakukan pada tanaman berumur 1-3
bulan
c. Pemangkasan cabang
Hanya dilakukan pada tanaman yang diperuntukkan sebagai penghasil kayu pertukangan
d. Penjarangan
Penjarangan dilakukan untuk tujuan produksi kayu pertukangan dan untuk produksi
e. Perlindungan terhadap hama dan penyakit.
7. Pada akhir daur atau umur rotasinya tercapai, dilaksanakan penebangan habis pada petak-petak masak tebang.
Setiap petak dapat berukuran 25 Ha dan bentuknya mengikuti topografi
lapangan. Karena sistem ini bukan sistem tebang selektif sehingga arah
rebah tebangan lebih ditentukan oleh arah angin dan keadaan topografi
(kelerengan) serta kemudahan dalam pengambilan hasil tebangan.
8. Pencegahan bahaya erosi dan aliran permukaan sebagai akibat pembukaan areal hutan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat teras-teras (sengkedan).
9. Penanaman kembali areal bekas tebangan dengan jenis-jenis yang sesuai untuk dipanen pada rotasi tebang berikutnya.
10. Pada
rotasi tebang berikutnya persiapan bibit dilakukan sebelum penebangan
karena setelah penebangan, segera dilakukan penanaman kembali yang
diikuti oleh kegiatan pemeliharaan tanaman.
Daur
untuk hutan tanaman ditetapkan berdasarkan umur masak tebang tanaman
pokok. Umur masak tebang tanaman pokok dalam pengelolaan hutan tanaman
ditetapkan berdasarkan kelas perusahaan atau jenis tanaman pokok dan
tujuan akhir pengelolaan (kayu serat atau kayu perkakas).
Dalam sistem THPB ini dikenal 2 (dua) cara/sistem permudaan:
1. Permudaan buatan dengan penyemaian langsung (artificial regeneration by direct seeding)
Keuntungan dari sistem ini antara lain :
· Tenaga kerja sedikit dan cocok untuk daerah yang berbukit yang sulit dijangkau;
· Tidak memerlukan persemaian yang kompleks, jalan, dan alat transportasi untuk mensuplai seedling;
· Bisa dilakukan dari udara dengan menggunakan pesawat udara;
· Jika berhasil, umumnya lebih murah dari sistem dengan menggunakan planting.
Cara ini pernah dicoba di Jawa Tengah namun hasilnya kurang memuaskan.
Beberapa kerugian dari sistem ini antara lain :
· Membutuhkan peralatan dan fasilitas pengumpulan dan penyimpanan benih;
· Terbatas pada jenis-jenis yang dapat beradaptasi dengan kondisi cuaca dan kondisi lapang;
· Bahan kimia biasa digunakan untuk merangsang/ mempermudah proses germinasi yang dapat berbahaya bagi manusia dan hewan.
2. Permudaan buatan dengan penyemaian di persemaian:
Permudaan
ini dapat dilakukan dengan cara bibit tanaman dipelihara dipersemaian
sebelum dilakukan penanaman. Bibit dari hutan alam dapat digunakan
sebagai sumber bibit, tetapi sebelum penanaman dipelihara dipersemaian.
Hasil
dari sistem silvikultur dapat berupa hutan murni (satu jenis tanaman)
maupun campuran tergantung tujuan pengelolaan. Sistem THPB ini sangat
baik untuk jenis-jenis tanaman yang memerlukan cahaya penuh dengan cara
pembersihan lahan secara total. Untuk jenis-jenis tanaman yang semi
toleran, perlu dilakukan prakondisi iklim mikro yaitu dengan menanam
jenis-jenis pohon peneduh yang bertajuk ringan terlebih dahulu sebelum
tanaman pokok ditanam.
Jumlah
benih yang dibutuhkan untuk penanaman bersifat relatif, tergantung pada
luas areal penanaman dan jarak tanam yang digunakan, daya hidup (vigor)
bibit dipersemaian dan dilapangan serta daya kecambah (vigor dan
viabilitas) dari benih yang digunakan untuk menghasilkan bibit.
Keuntungan Sistem THPB :
• Mudah dilakukan
• Dapat
melakukan perbaikan kualitas maupun kuantitas tegakan baru. Hutan yang
rusak dapat direhabilitasi dan ditingkatkan produktifitasnya
(menggunakan jenis tanaman dan bibit yang unggul)
• Pelaksanaan regenerasi dapat dilakukan dengan cepat karena permudaannya berasal dari permudaan buatan yang telah disiapkan.
• Pemanenan kayu lebih maksimal ( seluruh pohon berharga ditebang)
• Pekerjaannya terpusat (memudahkan dalam pengerjaan terutama penggunaan alat-alat berat)
• Penebangan kurang menimbulkan kerusakan pada vegetasi sekitar karena tidak ada tegakan tinggal.
• Tegakannya seumur dan teratur
• Sangat baik untuk pengembangan jenis-jenis yang membutuhkan cahaya
Kerugian/Kelemahan Sistem THPB :
• Memusnahkan
penutup tanah, iklim mikro, gulma tumbuh meluas (khususnya areal yang
kurang pemeliharaan), sifat fisik tanah rusak dan menjadi padat karena
penyaradan.
• Dapat menimbulkan erosi terutama di tanah pegunungan (berlereng) karena areal ditebang habis.
• Hutan baru yang sama umur kurang tahan terhadap hama dan penyakit dan kebakaran
• Membutuhkan
biaya yang lebih mahal (terutama jika dibandingkan dengan THPA) karena
membutuhkan dana untuk pengadaan bibit/penyemaian yang cukup luas
• Dari segi estetika kurang indah
Kesuksesan
suatu sistem silvikultur tidak terletak pada keuntungan maupun
kelemahannya namun terhadap kekonsistenan sistem ini diterapkan yang
sesuai dengan kondisi lingkungan maupun sosial budaya setempat.
DAFTAR PUSTAKA
DephutbunRI, 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
Ngadiono. 2004. 35 Tahun Pengelolaan Hutan Indonesia: Refleksi dan Prospek. Yayasan Adi Sanggoro. Bogor.ghinaghufrona.blogspot.com/2011/08/sistem-silvikultur-tebang-habis-dengan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar