PROLOG
Sampah perkotaan dari hari ke hari semakin meningkat produksinya sejalan dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang meningkat. Pemerintah kota dalam hal ini telah menyiapkan TPS yang mendekati masyarakat, maupun gerobak atau mobil yang beroperasional dari rumah kerumah untuk mengambil sampah yang selanjutnya sampah dibawa ke TPA. Namun demikian sistem yang sedang berjalan tersebut masih belum mampu menyelesaikan permasalah sampah dengan baik dan tuntas.
Oleh karenya diperlukan terobosan baru untuk penangananya, yaitu dengan sistem Silarsatu dengan prinsip sistem pengelolaan sampah tanpa sisa (zero waste system). Sistem ini merupakan pengelolan sampah dengan reaktor sampah terpadu, karena akan melibatkan stokholder secara utuh dan proposional. Pada sistem ini masyarakat dilibatkan secara penuh, pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator dan regulator. Masyarakat akan mengelola sendiri sampahnya, masyarakat akan merasa memiliki dan juga akan memperoleh pendapatan dari pengelolaan ini, sedangkan Pemerintah Daerah akan sangat berkurang beban yang ditanggungnya. Partisipasi masyarakat yang diperlukan disini adalah dimulai dari mengemas sampahnya sendiri sesuai dengan jenis sampah yang ada, misal sampah dari rumah tangga, yang selanjutnya dikumpulkan oleh petugas (dari masyarakat) pengumpul dengan gerobak/mobil sampah dan dibawa ke lokasi proses silarsatu. Di lokasi ini sampah tersebut dipilih dan dipilah serta disortasi ulang oleh petugas yang sudah ahli baik memakai alat maupun secara manual menjadi kelompok-kelompok sampah. Dalam proses selanjutnya untuk sampah-sampah diproses sesuai dengan jenisnya, yaitu untuk sampah logam akan dipres dengan alat pengepres, sampah plastik dihancurkan dengan mesin penghancur plastik menjadi bijih plastik, sedangkan sampah organik piproses menjadi kompos dengan mikroba pengurainya (bakteri, jamur, atau cacing) yang selanjutnya dikemas. Semua sampah dengan sistem ini relatif habis menjadi bahan-bahan yang dapat di jual dipasaran yang membutuhkan.
Kata kunci : Terobosan, terpadu, partisipasi masyarakat, silarsatu.
PENDAHULUAN.
Pertumbuhan penduduk perkotan di kota-kota Indonesia pada dekade akhir abad XIX hingga abad abad XX ini mengalami tingkat eskalasi pertumbuhan yang tinggi dan pertumbuhan ini akan berlangsung terus dengan percepatan yang tinggi, meskipun beberapa kota besar seperti jakarta, Surabaya, Medan dan kota-kota lainya telah membangun sistem yang ketat dalam kaitanya dengan pertumbuhan penduduk perkotaan di wilayahnya masing-masing.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang capat akan menambah beban yang tidak ringan bagi suatu kota dalam penyiapan infrastruktur baru, seperti pendidikan, kesehatan, serta pelayanan-pelayan perkotaan lainya, apalagi para pendatang pada umumnya bependidikan rendah, sehingga keadaan ini juga akan lebih menambah beban bagi pemerintah kota.
Salah satu beban yang timbul adalah limbah padat atau sering disebut dengan sampah, sampah sebagai barang sisa yang tidak terpakai baik padat maupun cair dari manusia, sehingga dengan demikian apabila masalah sampah ini tidak dapat dikelola dengan baik maka otomatis akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang selanjutnya akan mengancam kehudupan manusia itu sendiri. Dimana notabene kota-kota di Indonesia sampai sejauh ini belum mampu menangani sampah ini dengan baik.
Dengan adanya pertumbuhan kota yang pesat dan tingkat sosial yang berubah serta teknologi kemajuan manusia berkembang, sampah menjadi masalah yang sirius dan diperlukan penanganan secara seksama secara terintegrasi dengan inovasi-inovasi baru yang lebih memadai ditinjau dari segala aspek, baik itu aspek sosial, aspek ekonomiu maupun aspek teknis. Dalam kondisi sekarang ini penanganya menjadi masalah yang kian mendesak di kota-kota di Indonesia, sebab pertumbuhan kota di indonesia akan terus berlangsung dengan percepatan yang tidak juga berkurang bahkan ada kecenderungan terus meningkat.
Kondisi yang demikian dapat diprediksikan bahwa kedepan bahwa kota juga akan memproduksi sampah lebih banyak dan lebih bervariatif, oleh karenanya apabila tidak dilakukan penanganan yang baik sejak sekarang ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan baik terhadap tanah, air dan udara, yang pada giliranya kehidupan perkotaan dihadapkan kepada kehidupan yang tidak sehat lagi.
TUJUAN PENULISAN.
1. Mengkaji dan melihat kelemahan-kelemahan maupun permasalahan yang telah dan mungkin akan timbul dari cara pengelolaan sampah dengan sistem yang sedang diterapkan; dan
2. Menyajikan alternatif solusi pengelolaan sampah yang dipridiksikan akan dapat diterapkan di lapangan dan mampu menyelesaikan permasalahan sampah dengan baik.
PROTRET PERSAMPAHAN KOTA-KOTA DI INDONESIA
Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). [Bapedalda, 2000]. Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil.
Dalam kehidupanya sehari-hari setiap manusia memproduksi sejumlah sampah dalam bentuk padatan dengan volume antara 3 – 5 liter atau sekitar 1 – 3 kg sampah perhari, baik sampah organik (tinja, sisa dapur, sisa makanan) maupun sampah anorganik (kertas, plastik, kaca, logam, dlsb.). Rasio bahan organik dengan bahan anorganik sampah adalah antara 1 : 3. Jumlah tersebut tidak termasuk cairan (urin dan cairan sanitasi) yang dapat mencapai 50 – 350 liter per hari (Roni Kastamanet et al., 2007)
Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang 60% dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel et al., 1985).
Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat tidak membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sapah bersifat terpusat. Misanya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuag di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan/dikurangi.
Estimasi Total Timbulan Sampah Berdasarkan Jenisnya Kota Metropolitan/Besar (26 kota dengan total penduduk 40,1 juta):
Jenis Sampah Jumlah(juta ton/tahun) Persentase (%)
Sampah Dapur 22,4 58%
Sampah Plastik 5,4 14%
Sampah Kertas 3,6 9%
Sampah Lainnya 2,3 6%
Sampah Kayu 1,4 4%
Sampah Kaca 0,7 2%
Sampah Karet/Kulit 0,7 2%
Sampah Kain 0,7 2%
Sampah Metal 0,7 2%
Sampah Pasir 0,5 1%
=====================================================================
TOTAL 38,5 100%
(Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)
Berdasarkan asal atau sumbernya sekurang-kurangnya data pada 5 tahun terakhir
besaran sampah di kota-kota indonesia sebagai berikut :
Permukiman 16,7 juta ton/tahun
Pasar 7,7 juta ton/tahun
Jalan 3,5 juta ton/tahun
Fasilitas Umum 3,4 juta ton/tahun
Perkantoran 3,1 juta ton/tahun
Industri 2,3 juta ton/tahun
Lainya 1,8 juta ton/tahun
(Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)
Jumlah penduduk terlayani mencapai 130 juta jiwa atau sebesar 56 % dari total penduduk Indonesia, sedangkan pelayan antar daerah/kota berbeda. Contoh wilayah P Jawa sudah rata-rata mencapai 59 %, sedangkan sumatera baru 48 %. Tidak semua sampah dapat diangkut ke TPS/TPA, sehingga ditemukan berbagai macam system penanganan sampah dilakukan oleh masyarakat. Sistem penanganan sampah setelah sampah dikumpulkan masyarakat dari permukiman adalah sebagai berikut :
Sampah diangkut ke TPS/TPA 11,6 juta ton/tahun
Sampah di timbun 1,6 juta ton/tahun
Sampah dibuat kompos 1,2 juta ton/tahun
Sampah dibakar 0.8 juta ton/tahun
Sampah di buang ke sungai 0.6 juta ton/tahun
Lain-lain 1,1 juta ton/tahun
(Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)
Tempat penampungan sampah sementara ada berbagai jenis mulai dari bangunan permanen, bangunan semi permanen, sampai dengan bentuk transfer depo yang merupakan tempat pembuangan sementara yang dilengkapi dengan landasan untuk gerobak sampah maupun truk dalam melakukan bongkar muat kontainer. Selanjutnya dari TPS sampah diangkut dengan truk/dump truk ketempat pengolahan sampah dan/atau TPA. Pengolahan sampah yang ada dapat berupa fasilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah atau fihak swasta yang bekerja sama maupun yang telah mendapat izin. Fasilita spengolahan sampah ini berupa bangunan pengomposan, insinerator dan fasilitas pengolahan lainya . Disamping itu di TPA terdapat pemulung di 116 kota sebesar 14.538 orang.
Semua kota/kabupaten rata-rata mempunyai lokasi TPA yang sebagian besar masih berada di wilayah administrasinya (+ 88 %), namun juga ada kota/kabupaten tidak demikian dan memanfaatkan TPA secara bersama-sama ( 6 % ), Sedangkan status lahan TPA sebesar 93 % milik sendiri dan yang lainya sewa atau status lainya. Adanya prasarana lain seperti drainase, liner dan alat-alat berat juga serta kegiatan pemantauan terhadap lindi dan kualitas air tanah juga telah dilakukan oleh sebagian kota/kabupaten. (Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)
Dari sistem pengelolaan persampahan yang sedang berjalan sampai saat ini, ternyata masih belum mampu menangani persampahan kota, kararena ada beberapa permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan sampah sistem sekarang ini, yakni :
1. Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai dari sumber sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi lanjutan berupa komposting maupun daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu.
2. Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya :
a. Perlu lahan yang besar bagi tempat pembuangan akhir (TPA) sehingga hanya cocok bagi kota yang masih mempunyai banyak lahan yang tidak terpakai. Apalagi bila kota menjadi semakin bertambah jumlah penduduknya, maka sampah akan menjadi semakin bertambah baik jumlah dan jenisnya. Hal ini akan semakin bertambah juga luasan lahan bagi TPA. Apabila instalasi Incinerator yang ada tidak dapat mengimbangi jumlah sampah yang masuk jumlah timbunannya semakin lama semakin meningkat. Lalu dikhawatirkan akan timbul berbagai masalah sosial dan lingkungan, diantaranya :
- dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit lain;
- dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter; dan
- dapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.
b. Biaya operasional sangat tinggi bagi pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan lebih lanjut. Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah otonomi.
c. Pembuangan sistem open dumping dapat menimbulkan beberapa dampak negatip terhadap lingkungan. Pada penimbunan dengan sistem anarobik landfill akan timbul leachate di dalam lapisan timbunan dan akan merembes ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Leachate ini sangat merusak dan dapat menimbulkan bau tidak enak, selain itu dapat menjadi tempat pembiakan bibit penyakit seperti : lalat, tikus dan lainnya (Sidik, et al, 1985).
d. Pembuangan dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat mencegah timbulnya bau, penyakit dan lainnya, tetapi masih memungkinkan muncul masalah lain yakni :
-.Timbulnya gas yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas-gas yang mungkin dihasilkan adalah : methan, H2S, NH3 dan lainnya. Gas H2S dan NH3 walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.
-.Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemampatan sampah. Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang berujung pada tambahan dana.
3. Penggunaan Incinerator dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di antaranya :
- Dihasilkan abu (15%) dan gas yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Selain itu gas yang dihasilkan dari pembakaran dengan menggunakan alat ini dapat mengandung gas pencemar berupa : NOx., SOx dan lain-lain yang dapat mengganggu kesehatan manusia;
- dapat menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses pembersihan Incinerator dari abu maupun terak. Kualitas air kotor dari instalasi ini menyebabkan COD meningkat dan pH menurun;
- memerlukan biaya yang besar dalam menjalankan Incinerator. Untuk menangani sampah 800 ton/hari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari hasil penjualan listrik yang dihasilkanhanya Rp. 2,24 milyar/tahun;
- butuh keahlian tertentu dalam penggunan alat ini. Sebagai contoh pada penanganan sampah di Surabaya, tehnologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990, namun tanpa didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang memahami filosofi alat ini, akibatnya pada tahun kedua terjadi kerusakan. Hal ini tentu menambah beban dalam perolehan dana bagi perbaikannya. Belum lagi sampah yang akan menumpuk dengan tidak berfungsinya alat ini.
- Penggunaan Incinerator ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah, tetapi masih memerlukan landfill guna membuang sisa pembakaran;
4. Belum maksimalnya usaha pemasaran bagi kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah kota;
5. Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi;
6. Sulitnya mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan petugas yang terlibat dalam penanganan sampah. Hal ini tentu akan berakibat pada kegairarahan kerja yang rendah dari para pengelola sampah.
PENGELOLAAN SAMPAH DIPERKOTAAN PERLU DIRUBAH.
Masih belum tuntasnya penanganan persampahan perkotaan sampai sejauh ini dengan baik, diperlukan terobosan-terobosan maupun inovasi baru dalam managemen pengelolaan persampahan. Untuk maksud tersebut perlu melakukan evaluasi secara cermat atas semua proses maupun langkah-langkah yang selama ini telah pernah kita lakukan sebagaimana pembahasan dimuka.
Seperti diketahui bahwa pola pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem TPA (tempat pembuangan akhir) perlu difikirkan ulang, apakah masih relevan dengan kondisi sekarang, dimana lahan kota yang semakin sempit karena pertambahan penduduk yang pesat. Pembuangan yang dilakukan dengan pembuangan sampah secara terbuka dan di tempat terbuka juga berakibat meningkatnya intensitas pencemaran . karena dalam banyak hal pengelolaan TPA (tempat pembuangan sampah) masih sangat buruk mulai dari penanganan air sampah (leachet) sampai penanganan bau yang sangat buruk. Selain itu yang paling dirugikan dan selama ini tidak dirasakan oleh masyarakat adalah telah dikeluarkannya miliaran rupiah untuk membuat dan mengelola TPA.
Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan/kawasan permukiman), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi. Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya (Murthado dan Said, 1987). Oleh Karenanya model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh salah satunya adalah meliputi penghapusan model TPA secara bertahap.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Cohen dan Uphof (1977) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan terbagi atas 4 tahap, yaitu :
a) partisipasi pada tahap perencanaan,
b) partisipasi pada tahap pelaksanaan,
c) partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan dan
d) partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring.
Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain : kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Pemerintah Jepang saja membutuhkan waktu 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah. Reduce (mengurangi), Reuse (penggunan kembali) dan Recycling (daur ulang) adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai ekonomis. Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah. Model ini akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat. Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang diterapkan saat ini.
Oleh karenaya, untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di kota maka dalam pengelolaannya harus cukup layak diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu pemilihan cara dan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat sumber sampah berasal dan mungkin perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait (antara Departemen Koperasi, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Industri maupun lembaga keuangan). Disamping itu juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan-peraturan mengenai lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU.
Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu, suatu sistem pengelolaan sampah yang beroperasi lebih banyak mengikut sertakan partisipasi masyarakat, lebih ramah lingkungan, secara operasional lebih hemat energi dan biaya, serta secara produktif dapat meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sistem yang dimaksud di sini merupakan satu diantara alternatif dari berbagai sistem pengelolaan sampah lainya, yang mengarah kepada pemecahan kelemahan-kelemahan yang ada dalam penanganan sampah perkotaan selama ini. Satu di antara model konseptual yang dikembangkan adalah dengan menerapkan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu).
Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu) ini beroperasi dengan cara zero waste system atau sistem pengelolaan sampah tanpa sisa yang menganut motto “ lebih baik memelihara kompos yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis dari pada memelihara sampah yang menurunkan kualitas lingkungan”. Dari sistim ini sampah relatif habis terurai menjadi kompos yang tidak menimbulkan polusi tanah, perairan dan udara, sedang truk-truk pengangkut sampah dari TPS ke TPA bebannya berkurang dengan cukup banyak, karena ada reaktor-reaktor sampah pengubah sampah menjadi kompos langsung ditempat.
Sistem Pengelolaan Sampah terpadu diarahkan agar sampah-sampah dapat dikelola dengan baik dalam arti mampu menjawab permasalah sampah hingga saat ini yang belum dapat diselesaikan dengan tuntas, juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat lokal agar mampu mandiri terutama menyangkut :
1. Penataan dan pemanfaatan sampah berbasis masyarakat secara terpadu,
2. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah,
3. Penggalian potensi ekonomi dari sampah, sehingga diharapkan dapat memperluas lapangan kerja.
(Roni Kastaman, Ade Moetangad Kramadibrata,2007)
Pengelolaan sampah terpadu dengan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu) ini, karena melibatkan mayarakat luas, agar dapat berjalan dengan baik diperlukan studi-studi yang mendalam dan berlanjut, pendekatan-pendekatan secara menyeluruh, baik pendekatan sosial, pendekatan teknis, pendekatan secara ekonomis, maupun perlu adanya kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang mendukungnya.
Studi Penelitian Terpadu
Kegiatan ini diawali dengan melibatkan lembaga peneliti, pemerhati dan praktisi guna mencari data sedetail mungkin mengenai sampah, sehingga akan keluar suatu hubungan korelasi antara input dengan output yang pada akhirnya akan memudah kan perecanaan sistem penanganan dan investasi yang mengacu pada data/kondisi yang ada.
Pendekatan Sosial
Segala sesuatu agar dapat diterima oleh masyarakat dengan baik, terlebih dahulu harus dilakukan proses sosialisasi terhadap masyarakat, agar betul-betul masyarakat dengan teknologi yang baru yaitu Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu), dapat diketahui, dimengerti, difahami, diterima dan selanjutnya akan dilaksanakan oleh masyarakat secara utuh dengan kesadaran yang tinggi. Dengan sosialisai ini nantinya juga dapat di potret aspirasi, kondisi masyarakat secara lebih utuh, sehingga bahan ini akan dapat dipakai untuk menyusun organisasi kelembagaan yang akan menangani Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu).
Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan suatu proyek/kegiatan banyak disebabkan karena tidak adanya sosialisai kepada masyarakat yang memadahi atau sosialisasi yang terlalu minim sekali, oleh karenanya pendekatan ini harus meletakkan masyarakat sebagai subyek, sebagai penentu dimana peran aktif masyarakat memang harus besar atau setidak-tidaknya masyarakat merupakan partner yang penting dalam pengelolaan sampah dengan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu). Masyarakat harus didorong untuk mampu bertindak berinovasi dalam membangun sistim ini sesuai dengan kondisi yang ada, tanpa terlalu didominasi oleh campur tangan yang sifatnya top down atau masyarakat hanya sekedar menerima saja.
Dalam hal ini agar sosialisasi lebih effektif perlu penyelenggaraan kampanye secara rutin melalui kegiatan penyuluhan, pelatihan pemanfaatan sampah, informasi melalui media TV, radio, ajalah dan lain – lain mengenai dampak dari sampah yang tidak terolah, dan penyelenggaraan forum-forum informasi daerah dengan melibatkan masyarakat dan lembaga non pemerintah (ornop/LSM/KSM) sebagai organisasi yang langsung bersentuhan dengan masyarakat (partisipatoris).
Pendekatan Teknis
Secara garis besar, teknis pengelolaan sampah Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu), dilakukan sebagai berikut :
Pada tahap ini sampah masih berada dimana sampah itu dihasilkan sebagai hasil buangan dari suatu kegiatan, diantaranya adalah kegiatan rumah tangga, kegiatan pasar dan kegiatan industri. Disini sampah sudah disortir dan dipilih maupun dipilah menjadi sampah organik dan sampah anorganik oleh tenaga kerja yang terlatih ( kader pembina atau anggota masyarakat yang dibekali penyuluhan dan pelatihan mengenai sampah terpadu ). Tentunya sambil disortir sampah tersebut ditempatkan dalam suatu wadah tertentu yang sudah standart baik warna maupun ukuranya, warna menunjukkan jenis sampahnya sedang ukuran wadah atau kemasan biasanya hanya untuk alasan mempermudah dalam pengangkutan menuju proses selanjutnya.
Seperti sampah rumah tangga misalnya, wadahnya dapat berupa kantong plastik dengan warna hitam untuk sampah organik, sedangkan kantong plastik warna merah untuk sampah anorganik. Demikian untuk sampah pasar maupun sampah industri dapat di rencanakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Di dalam kantong–kantong plastik ini dari sumbernya diangkut dengan gerobak sampah yang sudah di desain sebagai gerobak-gerobak penyortir yang mengangkut sampah ke Silarsatu.
Selanjutya, sampah anorganik jenis logam dikumpulkan dan dipilah ulang disortir menurut jenis logamnya (bahannya) dan selanjutnya di pres pada mesin pres menjadi bentuk padatan kubus yang mudah di pindah disimpan, atau diangkut ke indutri proses lanjutan (pabrik peleburan dan industri otomotif). Sedangkan bahan plastik di hancurkan oleh mesin pulverasi plastik menjadi serbuk/ bijih plastik siap eskpor. Bahan-bahan anorganik tersebut dikumpulkan dari beberapa tempat, dan pada saat yang relatif bersamaan semua bahan organik yang mudah lapuk setelah terkumpul juga segera diangkut ke depot penanganan dan pengolahan Silarsatu untuk proses selanjutnya
Pabrik pengolahan Sampah Silarsatu dilengkapi dengan beberapa gudang penampungan. Gudang penampungan limbah plastik dilengkapi dengan alat mesin penghancur plastik yang memroduksi bijih plastik diexspor. Gudang penampungan limbah logam dilengkapi alat pengepres logam. Beberapa logam disortis kembali sesuai dengan jenis logam. Setelah dipres logam tersebut segera dijual. Khusus gudang penampungan limbah kaca, dilengkapi alat pendulang kaca.
Sedangkan sampah organik yang mudah lapuk segera setelah dikering- anginkan dan diranjang dengan mesin peranjang. Bau busuk sampah organik di eliminasi oleh Bioaktivatir, sejenis bahan pengharum sekaligus pengurai bahan organik yang di semprotkan ke dalam kantong plastik. Bioaktivitatir yang digunakan dalam sistem ini adalah konsentrat cair yang mengandung kumpulan bakteri tergradasi (degraded bakteria). Mikroba ini mampu mempercepat pelapukan dan penguraian bahan organik, sekaligus menghilangkan bau yang dihasilkan oleh kegiatan bakteri pembusuk.
Sampah organik disemprot dengan cairan mikroba pengurai di tempatkan ke dalam rektor sampah untuk diproses menjadi kompos. Lama proses pengomposan diperkirakan antara 14—18 hari, bergantung komposisi sampah organik yang diproses dan aktivitas miktoba pengurai yang digunakan.
Kompos yang dihasilkan kemudian disaring, dikering-angikan dan diuji melalui pengujian sertifikasi kompos di laboratorium silarsatu.bila perlu, komposisi kompas dapat direkayasa sedemikian rupa dengan kebutuhan penggunaanya; sebagai pupuk kompos multiguna untuk kesuburan tanah pertanian, atau bahan kondisioner tanah untuk reklamasi lahan marginal, atau lahan bekas tambang. Setelah dikemas, kompos ini dipasarkan sebagai komoditi agrisbisnis, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Pendekatan Ekonomi
Pendekatan katan ekonomi pada dasarnya menekankan aspek kelayakan kegiatan pengolahan secara ekonomi. Kelayakkan tersebut dapat berupa struktus dan rancang bangun instalasi Silarsatu dapat memenuhi persaratan untuk dioprasikan sebagai fasilitas teknis kegiatan industri yang aman dan terkendali ; ramah lingkugan yang keberadanya tidak mengurangi kualitas lingkungan hidup di sekitarnya ; baik kualitas sosial maupun kualitas SDA, dan secara perhitungan tekno-sosio-ekonomi memberikan keuntungan ekonomi dengan nilai tambah yang proposal . Dengan demikian, untuk menciptakan sistem pengolahan sampah yang memberi nilai ekonnomi baik, haruslah dilihat sampai pada skala ekonomi berapa sistem ini akan memberikan dampak ekonomi yang positif, tidak saja bagi pemerintah akan tetap juga bagi masyarakat.
Ukuran yang dapat dijakan dasar untuk menilai kelayakan ekonomi dari implementasi Silarsatu ini adalah dengan NPV (Net present value) dari proyek disertai dengan IRR (Internal Rate of Retum) yang dapat dihasilkan dengan sistem ini. Penerapan sistem pengolahan sampah model Silarsatu ini bila dilihat dari pendekatan ekonomi harus dapat memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat sekitar dan bahkan secara makro dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) .
Kebijakan Politik
Pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan kebijakan politik khusunya mengenai pengelolaan sampah dan hendaknya didukung penuh oleh pemerintah pusat dengan melibatkan stakeholder dalam teknis perencanaan, penyelenggaraan dan pengembanganya. Hal ini diperlukan karena sampah pada dasarnya bukan sekedar permasalahan Pemda atau Dinas Kebersihan setempat, namun lebih dari itu merupakan masalah bagi setiap individu, keluarga, organisasi dan akan menjadi masalah negara bila sistem perencanaan dan pelaksanaanya tidak dilakukan dengan terpadu dan berkelanjutan.
Aparat terkait sebaiknya tidak ikut terlibat secara teknis dan dalam, hal ini untuk menghindari meningkatnya anggaran biaya penyelenggaraan, selain itu keterlibatan aparat terkait dikhawatirkan akan membentuk budaya masyarakat yang bersifat tidak peduli. Pemerintah dan aparat terkait sebaiknya memposisikan kewenangannya sebagai fasilitator dan regulator, dan setiap permasalahan persampahan sebaiknya dimunculkan oleh masyarakat atau organisasi sisial selaku produsen sampah . Hal ini diharapkan terciptanya sikap masyarakat selaku individu, keluarga dan organisasi.
Law Enforcement
Semua fihak yang berkepentingan berharap sistem yang dibangun dapat berjalan sesuai dengan sistem dan mekanisme yang telah direncanakan dan sistem itu juga telah disepakati bersama, oleh karenanya juga perlu dibangun juga subsistem penegakan hukum (law enforcement) yang memadai, agar semua fihak memahami akan hak-haknya, demikian juga kewajiban-kewajibanya. Perlunya dibangun suatu penegakan hukum dimaksud agar pelanggaran-pelanggaran akan ada sanksi-sanksi, dimana sanksi yang diterapkan disesuaikan jenis pelanggaranya sehingga penerapanya dilakukan secara berjenjang mulai dari yang bersifat mendidik, peringatan dan pemungutan kembali sampah yang dibuang, kompensasi pembayaran denda, hingga penegakan hukum lingkungan bagi pelanggar lingkungan.
KEUNTUNGAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem pengelolaan sampah terpadu ini, diantaranya :
1. Dengan sitem silarpadu ini terjadi peningkatan kualitas lingkungan demikian juga ekosostem dapat terjaga dengan baik, karena sistem yang dipakai dengan pengelolan sampah tanpa sisa;
2. Matarantai pengangkutan sampah menjadi sangat kecil, sehingga dengan demikian biaya pengangkutan dapat ditekan ;
3. Tidak memerlukan lahan untuk TPA yang luas ataupun TPA terpusat dengan incenerator maupun peralatan lainya dengan biaya operasional yang besar, cukup lahan-lahan untuk lokasi silarsatu yang lebih kecil yang mendekati daerah pelayanan;
4. Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis, dan tidak membebani Pemerintah Daerah yang berlebihan;
5. Dapat menambah lapangan pekerjaan sekaligus dapat lebih mensejahterakan masyarakat pengelola dengan berdirinya badan usaha yang dikelola oleh masyarakat yang mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat;
6. Beban Anggaran Pemerintah Daerah/Kota akan berkurang, atau bahkan akan tidak ada sama sekali (yang terkait dengan penanganan sampah).
KESIMPULAN
1. Pengelolaan yang sedang berjalan saat ini (TPA, TPS) yang mengandalkan pada sistem pengangkutan, pembuangan dan pengolahan menjadi bahan urugan perlu diubah karena dirasakan sangat tidak ekonomis (cost center). Disamping memerlukan biaya operasional dan lahan bagi pembuangan akhir yang luas juga menimbulkan banyak dampak yang kurang menguntungkan bagi kehidupan masyarakat kota serta akan menumbuhkan masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungannya.
2. Kedepan pendekatan yang paling tepat dalam penanganan sampah melalui sistem pengelolaan sampah terpadu yang disebut Silarsatu dimana sistem ini merupakan sitem pengelolaan sampah tanpa sisa (zero waste system) dapat merubah paradigma dari cost center menjadi profit center dengan cara memaksimalkam peran serta masyarakat dan pemanfaatan sampah menjadi bahan yang mempuyai nilai ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Ir. Amos Neolaka, M,Pd, 2008. Kesadaran Lingkungan. Penerbit PT Rinika Cipta, Jakarta
Aboejoewono, A. 1985. Pengelolaan Sampah Menuju ke Sanitasi Lingkungan dan Permasalahannya; Wilayah DKI Jakarta Sebagai Suatu Kasus. Jakarta.
Roni Kastaman, Ade Moetangad Kramadibrata, 2007. Sistem Penelolaan Reaktor Sampah Terpadu Silarsatu.
Prof. Ir. Ekobuharjo, MSc, Ir. Sudati Hardjohubojo, MS. 1993 Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Alumni, Bandung.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KNLH), 2008, Statistik Persampahan Indonesia
Klara Tiwon et all, 2003, Pengelolaan sampah terpadu sebagai salah satu upaya mengatasi proplem sampah diperkotaan.
Prof.Dr.Ir. Karden Eddy Sontang Manik, M.S.,2007. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Dr.Ir. Aca Sugandhy, MSc. Ir. Rustam Hakim, MT. 2007. Prinsip Dasar Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Ricki M. Mulai, 2005. Kesehatan Lingkungan. PenerbitGraha Ilmu, Yogjakarta dan UIEU - University Prees, Jakarta Barat.
Universitas Sriwijaya dan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1989. Dasar-dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Penerbit Pusat Penelitian Program Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Sriwijaya.
Prof.Dr.Ir. Otto Soemarwoto, 1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Penerbit C.V. Rajawali, Jakarta.
Ir. Zoer’aini Djamal Irwan, M.Sc., 1992.Ekosistem Komunitas dan Lingkungan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Janianton Damanik, Helmut F.Weber, 2006. Perencanaan Ekowisata. Penerbit Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM & Andijaya Yogjakarta.
Surna T.Djajadiningrat, Harry Harsono Amir, 1991. Penelitian Secara Cepat Sumber-sumber Pencemaran Air, Tanah dan Udara. Penerbit Gajahmada University Press, Yogjakarta.
Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S. 1985. Tehnologi Pemanfaatan Sampah Kota dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual. PPLH ITB.Bandung.
Dinas Kebersihan Kota DKI Jakarta. 1985. Permasalahan dan Pengelolaan Sampah Kota Jakarta. Jakarta.
Murtadho, D. dan Sa’id, E. G. 1988. Penanganan Pemanfaatan Limbah Padat. Sarana Perkasan. Jakarta.
Sidik, M. A., Herumartono, D. dan Sutanto, H. B. 1985. Tehnologi Pemusnahan Sampah dengan Incinerator dan Landfill. Direktorat Riset Operasi Dan Manajemen. Deputi Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Jakarta