Konsepsi agroforestry dirintis oleh suatu tim dari Canadian
International Development Centre, yang bertugas untuk mengindentifikasi
prioritas-prioritas pembangunan di bidang kehutanan di negara-negara berkembang dalam
tahun 1970-an. Oleh tim ini dilaporkan bahwa hutan-hutan dinegara tersebut belum cukup
dimanfaatkan. Penelitian yang dilakukan dibidang kehutananpun sebagian besar hanya
ditujukan kepada dua aspek produksi kayu, yaitu eksploitasi secara selektif di hutan alam
dan tanaman hutan secara terbatas.
Menurut tim, kegiatan-kegiatan tersebut perlu dilanjutkan, namun
perlu ada perhatian pula terhadap masalah-masalah yang selama ini diabaikan, yaitu sistem
produksi kayu bersamaan dengan komoditi pertanian, dan /atau peternakan, serta
merehabilitasi lahan-lahan kritis.
Dilain pihak ditemukan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada
pengrusakan lingkungan, yang seakan-akan tidak dapat dikendalikanlagi. Kecenderungan
pengrusakan lingkungan ini perlu dicegah dengan sungguh-sungguh, dengan cara pengelolaan
lahan yang dapat mengawetkan lingkungan fisik secara efektif, tetapi sekaligus dapat
memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan sandang bagi manusia.
Menurut International
Council for Research in Agroforetry, mendefinisikan Agro forestry sebagai
berikut :
" Suatu sistem pengelolaan lahan
dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan,
mengkombinasikan produksi tanamaan (termasuk tanaman pohon-pohonan) dan tanaman hutan
dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yanag sama, dan menerapkan
cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat". (King dan
Chandler, 1978)
Dalam suatu seminar mengenai Agroforestry dan
pengendalian perladangan berpindah-pindah, di Jakarta Nopember 1981, mendefinisikan Agroforestry
sebagai berikut :
" Suatu metode penggunaan lahan
secara oftimal, yang mengkombinasikan sitem-sistem produksi biologis yang berotasi pendek
dan panjang (suatu kombinasi kombinasi produksi kehutanan dan produksi biologis lainnya)
dengan suatu cara berdasarkan azas kelestarian, secara bersamaan atau berurutan, dalam
kawasan hutan atau diluarnya, dengan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat "
(Satjapradja, 1981).
Nair (1989) setelah meninjau kembali definisi-definis tersebut,
mengusulkan untuk menggunakan definisi yang dirumuskan oleh Lundgren dan Raintree sebagai
berikut :
" Agroforestri adalah suatu
nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu
(pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dsb) ditanam bersamaan dengan tanaman
pertaian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan
spasial atau urutan temporal, dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan
ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan" (Nair, 1989)
Menurut definisi tersebut mencakup selang variasi yang cukup
luas dan dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut :
- Dasar struktural ; menyangkut–komponen, seperti sistem-, seperti sistem silvikultur, silvopastur, agrisilvopastur.
- Dasar fungsional ; menyangkut fungsi utama atau peranan dari sistem, terutama komponen kayu-kayuan.
- Dasar sosial ekonomi ; menyangkut tingkat masukan dalam pengelolaan (masukan rendah, masukan tinggi) atau intensitas dan skala pengelolaan, atau tujuan-tujuan usaha (subsistem, komersial, intermedier)
- Dasar ekologi ; menyangkut kondisi lingkungan dan kecocokan ekologi dan sistem.
Beberapa model Agroforestri yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut :
- "Agrisilvopastur ", yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan.
- "Sylvopastoral system ", yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk menghasilkan kayu dan memelihara ternak.
- "Agrosylvo-pastoral system ", yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan, dan sekaligus untuk memelihara hewan ternak.
- "Multipurpose forest ", yaitu sistem pengelolaan dan penanaman berbagai jenis kayu, yang tidak hanya untuk hasil kayunya, akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia, ataupun pakan ternak.
Teknologi Agroforestry dikawasan hutan di Jawa
dilaksanakan dengan menggunakan bentuk Tumpangsari. Inmas Tumpangsari, dan terakhir
Tumpangsari Selama Daur Tanaman Pokok dalam Perhutanan Sosial.
Tumpangsari berarti menduduki lahan hutan atau ikut memanfaatkan
lahan hutan untuk sementara waktu adalah tanaman pertanian , yaitu pada tanaman hutan
muda. Perbedaan dengan Inmas Tumpangsari dalam hal penerapan teknolologi pertanian yang
digunakan, mencakup penggunaan teknologi sebagai berikut :
- Penggunaan bibit unggul tanaman pertanian.
- Perbaikanpengolahan dan konservasi tanah.
- Penggunaan pupuk.
- Pemilihan waktu yang tepat untuk penanaman dan pemberian pupuk, sehubungan dengan waktunya turun hujan.
Pengembangan teknologi Agroforestry dengan bentuk
Tumpangsasi dan Imas Tumpangsari dikategorikan bersipat sementara sedangkan sistem
Tumpangsari Selama Daur Tanaman Pokok dalam Perhutanan Sosial terjadi adanya kesinambungan
produksi tanaman pertanian selama daur tanaman pokok.
Teknologi selama daur merupakan bagian dari program Perhutanan
Sosial. Dalam pelaksanaan perhutanan ada dua kegiatan pokok :
a). Pelaksanaan Agroforestry selama daur.
b). Pembinaan dan pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH)
Pembentukan KTH dimaksudkan sebagai wadah untuk menyalurkan
informasi, baik dari dari lembaga Instansi terkait, maupun dari petani, berupa usul-usul
untuk melancarkan pekerjaan. Dengan lain perkataan, KTH dimaksudkan untuk menyalurkan
informasi secara "top down" maupun "botton up"
Perbedaan-perbedaan yang penting dengan tumpangsari biasa, elain
jangka waktu kontrak,dalam tumpangsari selama daur adalah :
a). Jarak tanam tanaman pokok dapat lebih lebar
b). Selain tanaman pokok dapat ditanam :
- Tanaman pertanian semusim selama kurang dari 4 tahun ; untuk tahun ke-empat dan selanjutnya (diperkirakan tajuk tanaman pokok sudah menutup), disarankan tanaman-tanaman yang tanhan naungan tetapi ekonomis cukup tinggi, seperti kapulaga dan empon-empon.
- Tanaman pengisi berupa tanaman keras, yang ditanam dilarikan tanaman pokok, bermanfaat bagi pesangem/masyarakat, dan jumlahnya sebanyak 20% dari jumlah tanaman pokok pada akhir rotasi.
- Tanaman sisipan berupa tanaman perkebunan/pertanian, yang ditanam dikiri-kanan tanaman sela, yang bermanfaat bagi pesanggem/masyarakat, dan jumlahnya sebanyak 20% dari tanaman pokok pada akhir rotasi. Bila tanaman sisipan berupa tanaman pertanian/perkebunan, maka tanaman pengisi harus merupakan tanaman hutan, atau sebaliknya.
- Tanaman tepi, dibuat disekeliling tanaman, di tepi alur dan jalan pemeriksaan, berupa pohon buah-buahan, seperti durian, petai picung, mangga dll.
- Tanaman pagar, dibuat disekeliling tanaman, ditepi alur dan jalan pemeriksaan. Biasanya tanaman secang.
- Tanaman sela diantara tanaman pokok untuk mencegah erosi dan meningkatkan kesuburab tanah, seperti lamtorogung, (yang tahan kutu loncat), kaliandra, gamal, flemingia, akan tetapi juga rumput-rumputan seperti setaria, hamilton, dan juga nenas.
- Pengembangan Agroforestry
Memperhatikan kondisi areal yang dipilih dan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta mengacu kepada bentuk/model Agroforestry pola tanam yang diterapkan secara garis besar adalah sebagai berikut :- Tanaman Pokok ; berupa tanaman kehutanan yang merupakan prioritas utama tanaman yang ditujukan sebagai produksi kayu dengan penentuan daur tebang selama 5 tahun. Jenis tanaman yang dipilih yaitu jenis sengon (Faraserianthes falcataria).
- Tanaman Semusim (Tahap I); merupakan tanaman pertanian yang berotasi pendek, ditanam diantara tanaman pokok dengan jarak minimal 30 cm dari batang tanaman pokok. Waktu penanaman dilaksanakan pada tahun pertama/ sebelum tanaman pokok berusia satu tahun, jenis tanaman yang dipilih kacang tanah.
- Tanaman semusim (Tahap II) ; dipilih tanaman pertanian berotasi pendek yang dapat tumbuh dengan/tanpa naungan, ditanam setelah panen tanaman semusim tahap pertama (kacang tanah) sampai batas waktu tanaman pokok berumur dua tahun. Jenis tanaman yang dipilih adalah jahe Gajah.
- Tanaman Keras ; merupakan tanaman pertanian yang berotasi panjang /tanaman perkebunan yang dapat hidup dibawah naungan dan bukan sebagai pesaing bagi tanaman pokok dalam memperoleh cahaya . Ditanaman setelah tanaman pokok berurmur 2 tahun, menempati lahan diantara tanaman pokok, tujuan penanaman untuk untuk memperoleh hasil buah (non kayu). Jenis yang terpilih adalah tanaman kopi .
Tujuan pengembangan Agroforestry antara lain : - Terbinanya kualitas daya dukung lingkungan bagi kepentingan masyarakat luas.
- Untuk mewujudkan itu maka AFC Indonesia membangun kerjasama dan kemitraan dengan petani kawasan hutan, investor dan peserta Adopsi Pohon di Indonesia
- Untuk Keterangan Lebih Lanjut silahkan hubungi :
- Address : JL KH Abd Hamid KM1 No35 Kp. Cemplang Desa Sukamaju Rt01/Rw03 Kecamatan Cibungbulang Bogor Jawa Barat Indonesia 16630
- Tlp (0251) 8640589 - 087870626431 - 081287610734 - 085890023936
Tidak ada komentar:
Posting Komentar