Selasa, 05 Oktober 2010

PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI WILAYAH PERKOTAAN

PROLOG

Sampah perkotaan dari hari ke hari semakin meningkat produksinya sejalan dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang meningkat. Pemerintah kota dalam hal ini telah menyiapkan TPS yang mendekati masyarakat, maupun gerobak atau mobil yang beroperasional dari rumah kerumah untuk mengambil sampah yang selanjutnya sampah dibawa ke TPA. Namun demikian sistem yang sedang berjalan tersebut masih belum mampu menyelesaikan permasalah sampah dengan baik dan tuntas.

Oleh karenya diperlukan terobosan baru untuk penangananya, yaitu dengan sistem Silarsatu dengan prinsip sistem pengelolaan sampah tanpa sisa (zero waste system). Sistem ini merupakan pengelolan sampah dengan reaktor sampah terpadu, karena akan melibatkan stokholder secara utuh dan proposional. Pada sistem ini masyarakat dilibatkan secara penuh, pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator dan regulator. Masyarakat akan mengelola sendiri sampahnya, masyarakat akan merasa memiliki dan juga akan memperoleh pendapatan dari pengelolaan ini, sedangkan Pemerintah Daerah akan sangat berkurang beban yang ditanggungnya. Partisipasi masyarakat yang diperlukan disini adalah dimulai dari mengemas sampahnya sendiri sesuai dengan jenis sampah yang ada, misal sampah dari rumah tangga, yang selanjutnya dikumpulkan oleh petugas (dari masyarakat) pengumpul dengan gerobak/mobil sampah dan dibawa ke lokasi proses silarsatu. Di lokasi ini sampah tersebut dipilih dan dipilah serta disortasi ulang oleh petugas yang sudah ahli baik memakai alat maupun secara manual menjadi kelompok-kelompok sampah. Dalam proses selanjutnya untuk sampah-sampah diproses sesuai dengan jenisnya, yaitu untuk sampah logam akan dipres dengan alat pengepres, sampah plastik dihancurkan dengan mesin penghancur plastik menjadi bijih plastik, sedangkan sampah organik piproses menjadi kompos dengan mikroba pengurainya (bakteri, jamur, atau cacing) yang selanjutnya dikemas. Semua sampah dengan sistem ini relatif habis menjadi bahan-bahan yang dapat di jual dipasaran yang membutuhkan.



Kata kunci : Terobosan, terpadu, partisipasi masyarakat, silarsatu.



PENDAHULUAN.

Pertumbuhan penduduk perkotan di kota-kota Indonesia pada dekade akhir abad XIX hingga abad abad XX ini mengalami tingkat eskalasi pertumbuhan yang tinggi dan pertumbuhan ini akan  berlangsung terus dengan percepatan yang tinggi, meskipun beberapa kota besar seperti jakarta, Surabaya, Medan dan kota-kota lainya telah membangun sistem yang ketat dalam kaitanya dengan pertumbuhan penduduk perkotaan di wilayahnya masing-masing.

Tingkat pertumbuhan penduduk yang capat akan menambah beban yang tidak ringan bagi suatu kota dalam penyiapan infrastruktur baru, seperti pendidikan, kesehatan, serta pelayanan-pelayan perkotaan lainya, apalagi para pendatang pada umumnya bependidikan rendah, sehingga keadaan ini juga akan lebih menambah beban bagi pemerintah kota.

Salah satu beban yang timbul adalah limbah padat atau sering disebut dengan sampah, sampah sebagai barang sisa yang tidak terpakai baik padat maupun cair dari manusia, sehingga dengan demikian apabila masalah sampah ini tidak dapat dikelola dengan baik maka otomatis akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang selanjutnya akan mengancam kehudupan manusia itu sendiri. Dimana notabene kota-kota di Indonesia sampai sejauh ini belum mampu menangani sampah ini dengan baik.

         Dengan adanya pertumbuhan kota yang pesat dan tingkat sosial yang berubah serta teknologi kemajuan manusia berkembang, sampah menjadi masalah yang sirius dan diperlukan penanganan secara seksama secara terintegrasi dengan inovasi-inovasi baru yang lebih memadai ditinjau dari segala aspek, baik itu aspek sosial, aspek ekonomiu maupun aspek teknis. Dalam kondisi sekarang ini penanganya menjadi masalah yang kian mendesak di kota-kota di Indonesia, sebab pertumbuhan kota di indonesia akan terus berlangsung dengan percepatan yang tidak juga berkurang bahkan ada kecenderungan terus meningkat.

Kondisi yang demikian dapat diprediksikan bahwa kedepan bahwa kota juga akan memproduksi sampah lebih banyak dan lebih bervariatif, oleh karenanya apabila tidak dilakukan penanganan yang baik sejak sekarang ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan baik terhadap tanah, air dan udara, yang pada giliranya kehidupan perkotaan dihadapkan kepada kehidupan yang tidak sehat lagi.

TUJUAN PENULISAN.

1.   Mengkaji dan melihat kelemahan-kelemahan maupun  permasalahan  yang   telah dan mungkin akan timbul  dari  cara   pengelolaan  sampah     dengan sistem yang sedang diterapkan; dan

2.   Menyajikan alternatif solusi pengelolaan sampah yang dipridiksikan akan dapat diterapkan di lapangan dan mampu menyelesaikan permasalahan sampah dengan baik.

PROTRET PERSAMPAHAN  KOTA-KOTA DI INDONESIA

          Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari.  Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). [Bapedalda, 2000]. Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil.

            Dalam kehidupanya sehari-hari setiap manusia memproduksi sejumlah sampah dalam bentuk padatan dengan volume antara 3 – 5 liter atau sekitar 1 – 3 kg sampah perhari, baik sampah organik (tinja, sisa dapur, sisa makanan) maupun sampah anorganik (kertas, plastik, kaca, logam, dlsb.). Rasio bahan organik dengan bahan anorganik sampah adalah antara 1 : 3. Jumlah tersebut tidak termasuk cairan (urin dan cairan sanitasi) yang dapat mencapai 50 – 350 liter per hari (Roni Kastamanet et al., 2007)

          Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan.  Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang  60% dari seluruh produksi sampahnya.  Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel et al., 1985).

Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat tidak membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sapah bersifat terpusat. Misanya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuag di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan/dikurangi.

Estimasi Total Timbulan Sampah Berdasarkan Jenisnya Kota Metropolitan/Besar (26 kota dengan total penduduk 40,1 juta):



Jenis Sampah             Jumlah(juta ton/tahun)                       Persentase (%)

Sampah Dapur                         22,4                                                     58%

Sampah Plastik                         5,4                                                       14%

Sampah Kertas                         3,6                                                       9%

Sampah Lainnya                       2,3                                                        6%

Sampah Kayu                           1,4                                                        4%

Sampah Kaca                           0,7                                                       2%

Sampah Karet/Kulit                  0,7                                                       2%

Sampah Kain                            0,7                                                        2%

Sampah Metal              0,7                                                        2%

Sampah Pasir                           0,5                                                        1%

=====================================================================

TOTAL                                    38,5                                                     100%

(Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)



Berdasarkan asal atau  sumbernya  sekurang-kurangnya  data  pada 5  tahun  terakhir 

besaran sampah di kota-kota indonesia sebagai berikut :

            Permukiman                 16,7 juta ton/tahun

            Pasar                            7,7 juta ton/tahun

            Jalan                             3,5 juta ton/tahun

            Fasilitas Umum 3,4 juta ton/tahun

            Perkantoran                  3,1 juta ton/tahun

            Industri             2,3 juta ton/tahun

            Lainya                          1,8 juta ton/tahun

(Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)

            Jumlah penduduk terlayani mencapai 130 juta jiwa atau sebesar 56 % dari total penduduk Indonesia, sedangkan pelayan antar daerah/kota berbeda. Contoh wilayah P Jawa sudah rata-rata mencapai 59 %, sedangkan sumatera baru 48 %. Tidak semua sampah dapat diangkut ke TPS/TPA, sehingga ditemukan berbagai macam system penanganan sampah dilakukan oleh masyarakat. Sistem penanganan sampah setelah sampah dikumpulkan masyarakat dari permukiman adalah sebagai berikut :

            Sampah diangkut ke TPS/TPA                         11,6 juta ton/tahun

            Sampah di timbun                                              1,6 juta ton/tahun

            Sampah dibuat kompos                                      1,2 juta ton/tahun

            Sampah dibakar                                                 0.8 juta ton/tahun

            Sampah di buang ke sungai                                 0.6 juta ton/tahun

            Lain-lain                                                             1,1 juta ton/tahun

(Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)

            Tempat penampungan sampah sementara ada berbagai jenis mulai dari bangunan permanen, bangunan semi permanen, sampai dengan bentuk transfer depo yang merupakan tempat pembuangan sementara yang dilengkapi dengan landasan untuk gerobak sampah maupun truk dalam melakukan bongkar muat kontainer. Selanjutnya dari TPS sampah diangkut dengan truk/dump truk ketempat pengolahan sampah dan/atau TPA. Pengolahan sampah yang ada dapat berupa fasilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah atau fihak swasta yang bekerja sama maupun yang telah mendapat izin. Fasilita spengolahan sampah ini berupa bangunan pengomposan, insinerator dan fasilitas pengolahan lainya . Disamping itu di TPA terdapat pemulung di 116 kota sebesar 14.538 orang.

            Semua kota/kabupaten rata-rata mempunyai lokasi TPA yang sebagian besar masih berada di wilayah administrasinya (+ 88 %), namun juga ada kota/kabupaten tidak demikian dan memanfaatkan TPA secara bersama-sama ( 6 % ), Sedangkan status lahan TPA sebesar 93 % milik sendiri dan yang lainya sewa atau status lainya. Adanya prasarana lain seperti drainase, liner dan alat-alat berat juga serta kegiatan pemantauan terhadap lindi dan kualitas air tanah juga telah dilakukan oleh sebagian kota/kabupaten. (Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)

          Dari sistem pengelolaan persampahan yang sedang berjalan sampai saat ini, ternyata masih belum mampu menangani persampahan kota, kararena ada beberapa permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan sampah sistem sekarang ini, yakni :

1.     Dari segi  pengumpulan  sampah  dirasa  kurang  efisien  karena  mulai dari sumber sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga  kalaupun  akan  diterapkan  teknologi  lanjutan  berupa   komposting  maupun daur  ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya sesuai dengan yang  dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu.

2.      Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya :

a.   Perlu lahan yang besar bagi tempat  pembuangan  akhir  (TPA)  sehingga  hanya cocok  bagi kota yang masih mempunyai   banyak   lahan   yang  tidak  terpakai.  Apalagi  bila  kota  menjadi  semakin  bertambah  jumlah  penduduknya,  maka sampah akan menjadi  semakin  bertambah  baik  jumlah  dan  jenisnya.  Hal ini akan  semakin  bertambah  juga   luasan   lahan   bagi  TPA.   Apabila   instalasi  Incinerator yang  ada  tidak  dapat  mengimbangi  jumlah  sampah  yang  masuk jumlah  timbunannya  semakin  lama  semakin  meningkat.  Lalu  dikhawatirkan   akan timbul berbagai masalah sosial dan lingkungan, diantaranya :

-        dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit  penyakit lain;

-        dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter; dan

-         dapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.

b. Biaya  operasional sangat tinggi bagi pengumpulan,  pengangkutan  dan  pengolahan lebih lanjut.  Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah otonomi.

c. Pembuangan   sistem   open  dumping  dapat   menimbulkan   beberapa   dampak negatip terhadap lingkungan.  Pada penimbunan dengan sistem anarobik landfill  akan  timbul  leachate di dalam  lapisan timbunan dan  akan merembes ke dalam lapisan tanah di bawahnya.  Leachate ini sangat merusak  dan  dapat  menimbulkan bau tidak enak,  selain itu  dapat  menjadi  tempat  pembiakan  bibit  penyakit seperti : lalat, tikus dan lainnya (Sidik, et al, 1985).

d. Pembuangan dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat  mencegah timbulnya bau, penyakit  dan  lainnya,  tetapi  masih  memungkinkan  muncul  masalah  lain yakni :

-.Timbulnya  gas  yang  dapat  menyebabkan  pencemaran  udara.  Gas-gas  yang  mungkin dihasilkan adalah : methan, H2S, NH3 dan lainnya.  Gas H2S dan NH3  walaupun  jumlahnya  sedikit,  namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak  sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.

-.Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemampatan sampah.  Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang berujung pada tambahan dana.

3.   Penggunaan  Incinerator  dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di antaranya :

-     Dihasilkan abu (15%) dan gas yang memerlukan penanganan lebih lanjut.  Selain itu gas yang dihasilkan dari  pembakaran  dengan  menggunakan  alat ini  dapat  mengandung gas pencemar  berupa : NOx.,  SOx  dan  lain-lain  yang  dapat mengganggu kesehatan manusia;

-     dapat menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses pembersihan Incinerator dari abu maupun terak.  Kualitas air kotor dari instalasi ini menyebabkan COD meningkat dan pH menurun;

-     memerlukan biaya yang besar dalam menjalankan Incinerator.  Untuk menangani sampah 800 ton/hari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari hasil   penjualan listrik yang dihasilkanhanya Rp. 2,24 milyar/tahun;

-     butuh keahlian tertentu dalam penggunan alat ini.  Sebagai contoh pada penanganan sampah di Surabaya, tehnologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990, namun tanpa didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang memahami  filosofi alat ini, akibatnya pada tahun kedua terjadi kerusakan.  Hal ini tentu menambah beban dalam perolehan dana bagi perbaikannya.  Belum lagi sampah  yang akan menumpuk dengan tidak berfungsinya alat ini.

-    Penggunaan Incinerator ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah, tetapi masih memerlukan landfill guna membuang sisa pembakaran;

4.   Belum  maksimalnya  usaha  pemasaran  bagi  kompos  yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah kota;

5.   Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi;

6.   Sulitnya mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan petugas yang terlibat dalam penanganan sampah.  Hal ini tentu akan berakibat pada kegairarahan kerja yang rendah dari para pengelola sampah.

PENGELOLAAN SAMPAH DIPERKOTAAN PERLU DIRUBAH.

          Masih belum tuntasnya penanganan persampahan perkotaan sampai sejauh ini dengan baik, diperlukan terobosan-terobosan maupun inovasi baru dalam managemen pengelolaan persampahan. Untuk maksud tersebut perlu melakukan evaluasi secara cermat atas semua proses maupun langkah-langkah yang selama ini telah pernah kita lakukan sebagaimana pembahasan dimuka.

Seperti diketahui bahwa pola pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem TPA (tempat pembuangan akhir) perlu difikirkan ulang, apakah masih  relevan dengan kondisi sekarang, dimana lahan kota yang semakin sempit karena pertambahan penduduk yang pesat. Pembuangan yang dilakukan dengan pembuangan sampah secara terbuka dan di tempat terbuka juga berakibat meningkatnya intensitas pencemaran . karena dalam banyak hal pengelolaan  TPA (tempat pembuangan sampah) masih sangat buruk mulai dari penanganan air sampah (leachet) sampai penanganan bau yang sangat buruk.  Selain itu yang paling dirugikan dan selama ini tidak dirasakan oleh masyarakat adalah telah dikeluarkannya miliaran rupiah untuk membuat dan mengelola TPA.

         Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan/kawasan permukiman), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi. Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru.  Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya (Murthado dan Said, 1987). Oleh Karenanya  model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh salah satunya adalah  meliputi penghapusan model TPA secara bertahap.  

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu.  Cohen dan Uphof (1977) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan terbagi atas 4 tahap, yaitu :

a) partisipasi pada tahap perencanaan,

b) partisipasi pada tahap pelaksanaan,

c) partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan dan

d) partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring.

Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain : kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.

          Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks.  Pemerintah Jepang saja membutuhkan waktu 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah.  Reduce (mengurangi), Reuse (penggunan kembali) dan Recycling (daur ulang) adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai ekonomis.  Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah.  Model ini akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat.  Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang diterapkan saat ini.

          Oleh karenaya, untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di kota maka dalam pengelolaannya harus cukup layak diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu pemilihan cara dan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat sumber sampah berasal dan mungkin perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait (antara Departemen Koperasi, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Industri maupun lembaga keuangan).  Disamping itu juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan-peraturan mengenai lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU.

Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu, suatu sistem pengelolaan sampah  yang beroperasi lebih banyak mengikut sertakan partisipasi masyarakat, lebih ramah lingkungan, secara operasional lebih hemat energi dan biaya, serta secara produktif dapat meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sistem yang dimaksud di sini merupakan satu diantara alternatif dari berbagai sistem pengelolaan sampah lainya, yang mengarah kepada pemecahan kelemahan-kelemahan yang ada dalam penanganan sampah perkotaan selama ini. Satu di antara model konseptual yang dikembangkan adalah dengan menerapkan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu).

Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu) ini beroperasi dengan cara zero waste system atau sistem pengelolaan sampah tanpa sisa yang menganut motto “ lebih baik memelihara kompos yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis dari pada memelihara sampah yang menurunkan kualitas lingkungan”. Dari sistim ini sampah relatif habis terurai menjadi kompos yang tidak menimbulkan polusi tanah, perairan dan udara, sedang truk-truk pengangkut sampah dari TPS ke TPA bebannya berkurang dengan cukup banyak, karena ada reaktor-reaktor sampah pengubah sampah menjadi kompos langsung ditempat.

Sistem Pengelolaan Sampah terpadu diarahkan agar sampah-sampah dapat dikelola dengan baik dalam arti mampu menjawab permasalah sampah hingga saat ini yang belum dapat diselesaikan dengan tuntas, juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat lokal agar mampu mandiri terutama menyangkut :

1.      Penataan dan pemanfaatan sampah berbasis masyarakat secara terpadu,

2.      Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah,

3.      Penggalian potensi ekonomi dari sampah, sehingga diharapkan dapat memperluas lapangan kerja.

(Roni Kastaman, Ade Moetangad Kramadibrata,2007)

Pengelolaan sampah terpadu dengan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu) ini, karena melibatkan mayarakat luas, agar dapat berjalan dengan baik diperlukan studi-studi yang mendalam dan berlanjut, pendekatan-pendekatan secara menyeluruh, baik pendekatan sosial, pendekatan teknis, pendekatan secara ekonomis, maupun perlu adanya kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang mendukungnya.

Studi Penelitian Terpadu

Kegiatan ini diawali dengan  melibatkan lembaga peneliti,  pemerhati  dan  praktisi   guna mencari data sedetail  mungkin mengenai sampah, sehingga akan keluar suatu  hubungan korelasi antara input  dengan output yang pada akhirnya akan memudah kan perecanaan  sistem penanganan  dan investasi yang mengacu pada data/kondisi  yang ada.

Pendekatan Sosial

Segala sesuatu agar dapat diterima oleh masyarakat dengan baik, terlebih dahulu harus dilakukan proses sosialisasi terhadap masyarakat, agar betul-betul masyarakat dengan teknologi yang baru yaitu  Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu), dapat diketahui, dimengerti, difahami, diterima dan selanjutnya akan dilaksanakan oleh masyarakat secara utuh dengan kesadaran yang tinggi. Dengan sosialisai ini nantinya juga dapat di potret aspirasi, kondisi masyarakat secara lebih utuh, sehingga bahan ini akan dapat dipakai untuk menyusun organisasi kelembagaan yang akan menangani Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu).

Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan suatu proyek/kegiatan banyak disebabkan karena tidak adanya sosialisai kepada masyarakat yang memadahi atau sosialisasi yang terlalu minim sekali, oleh karenanya pendekatan ini harus meletakkan masyarakat sebagai subyek, sebagai penentu dimana peran aktif masyarakat memang harus besar atau setidak-tidaknya masyarakat merupakan partner yang penting dalam pengelolaan sampah dengan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu). Masyarakat harus didorong untuk mampu bertindak berinovasi dalam membangun sistim ini sesuai dengan kondisi yang ada, tanpa terlalu didominasi oleh campur tangan yang sifatnya top down atau masyarakat hanya sekedar menerima saja.

Dalam  hal  ini  agar sosialisasi lebih effektif perlu  penyelenggaraan  kampanye  secara  rutin  melalui  kegiatan  penyuluhan, pelatihan  pemanfaatan sampah, informasi  melalui  media TV,  radio,  ajalah  dan  lain – lain  mengenai  dampak  dari sampah  yang  tidak  terolah, dan penyelenggaraan  forum-forum  informasi  daerah dengan  melibatkan  masyarakat  dan lembaga non pemerintah (ornop/LSM/KSM) sebagai organisasi yang langsung  bersentuhan dengan masyarakat (partisipatoris).

Pendekatan Teknis

Secara garis besar, teknis pengelolaan sampah Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu), dilakukan sebagai berikut :

Pada  tahap  ini  sampah  masih berada dimana sampah itu dihasilkan sebagai hasil buangan dari suatu kegiatan, diantaranya adalah kegiatan rumah  tangga, kegiatan pasar  dan kegiatan industri. Disini sampah sudah disortir dan  dipilih maupun dipilah  menjadi sampah  organik dan  sampah  anorganik  oleh  tenaga  kerja yang terlatih ( kader  pembina  atau anggota  masyarakat  yang  dibekali penyuluhan  dan pelatihan  mengenai  sampah terpadu ). Tentunya sambil disortir sampah tersebut ditempatkan dalam suatu wadah tertentu yang sudah standart baik warna maupun ukuranya, warna menunjukkan jenis sampahnya sedang ukuran wadah atau kemasan biasanya hanya untuk alasan mempermudah dalam pengangkutan menuju proses selanjutnya.

Seperti sampah rumah tangga misalnya, wadahnya dapat berupa kantong plastik dengan warna hitam untuk sampah organik, sedangkan kantong plastik warna merah untuk sampah anorganik. Demikian untuk sampah pasar maupun sampah industri dapat di rencanakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Di dalam kantong–kantong  plastik ini dari sumbernya diangkut dengan gerobak sampah yang sudah di desain sebagai gerobak-gerobak penyortir yang mengangkut sampah ke Silarsatu.

Selanjutya,  sampah  anorganik jenis logam dikumpulkan dan dipilah ulang disortir menurut jenis logamnya (bahannya) dan selanjutnya di pres pada  mesin  pres menjadi bentuk padatan  kubus yang  mudah  di pindah  disimpan, atau  diangkut  ke  indutri proses  lanjutan  (pabrik  peleburan dan  industri  otomotif). Sedangkan bahan  plastik  di hancurkan  oleh mesin pulverasi  plastik  menjadi serbuk/ bijih  plastik  siap eskpor. Bahan-bahan  anorganik tersebut  dikumpulkan  dari  beberapa tempat, dan pada  saat  yang  relatif  bersamaan  semua  bahan organik  yang  mudah  lapuk  setelah terkumpul  juga  segera diangkut  ke depot penanganan  dan  pengolahan  Silarsatu untuk  proses  selanjutnya 

Pabrik  pengolahan  Sampah  Silarsatu  dilengkapi  dengan  beberapa  gudang  penampungan. Gudang  penampungan  limbah  plastik dilengkapi  dengan alat mesin  penghancur  plastik  yang  memroduksi  bijih plastik diexspor. Gudang  penampungan  limbah logam dilengkapi  alat  pengepres  logam. Beberapa  logam disortis  kembali  sesuai dengan jenis logam. Setelah  dipres  logam tersebut  segera  dijual. Khusus  gudang  penampungan  limbah  kaca,  dilengkapi  alat  pendulang  kaca.

Sedangkan  sampah  organik  yang  mudah  lapuk segera  setelah dikering- anginkan  dan  diranjang dengan  mesin peranjang. Bau  busuk sampah organik di eliminasi  oleh Bioaktivatir,  sejenis  bahan  pengharum  sekaligus  pengurai  bahan  organik  yang  di semprotkan  ke dalam kantong  plastik. Bioaktivitatir yang  digunakan  dalam sistem  ini adalah  konsentrat  cair yang  mengandung  kumpulan  bakteri  tergradasi (degraded  bakteria). Mikroba  ini  mampu  mempercepat  pelapukan  dan  penguraian  bahan  organik,  sekaligus  menghilangkan  bau  yang  dihasilkan  oleh  kegiatan  bakteri  pembusuk.

Sampah  organik  disemprot  dengan  cairan  mikroba  pengurai  di  tempatkan  ke dalam  rektor  sampah  untuk  diproses  menjadi kompos. Lama proses pengomposan  diperkirakan  antara 14—18 hari,  bergantung komposisi sampah organik yang  diproses  dan  aktivitas miktoba  pengurai yang  digunakan.

Kompos  yang  dihasilkan kemudian  disaring, dikering-angikan  dan  diuji  melalui pengujian  sertifikasi  kompos  di laboratorium  silarsatu.bila  perlu, komposisi kompas  dapat  direkayasa  sedemikian  rupa dengan kebutuhan  penggunaanya;  sebagai pupuk kompos multiguna  untuk kesuburan tanah  pertanian,  atau  bahan kondisioner tanah untuk reklamasi  lahan marginal, atau lahan  bekas tambang. Setelah  dikemas, kompos ini dipasarkan  sebagai komoditi agrisbisnis,  baik  untuk  kebutuhan  dalam  negeri  maupun  ekspor.

Pendekatan  Ekonomi

Pendekatan katan  ekonomi  pada dasarnya  menekankan  aspek kelayakan  kegiatan pengolahan   secara ekonomi. Kelayakkan  tersebut  dapat  berupa  struktus  dan rancang  bangun  instalasi  Silarsatu  dapat memenuhi  persaratan  untuk dioprasikan  sebagai  fasilitas  teknis  kegiatan  industri yang  aman  dan  terkendali ; ramah  lingkugan yang  keberadanya  tidak  mengurangi  kualitas  lingkungan  hidup  di sekitarnya ;  baik kualitas  sosial  maupun kualitas  SDA, dan  secara  perhitungan  tekno-sosio-ekonomi  memberikan  keuntungan  ekonomi  dengan nilai tambah yang proposal . Dengan demikian,  untuk  menciptakan  sistem pengolahan  sampah  yang  memberi  nilai  ekonnomi  baik,  haruslah  dilihat  sampai  pada  skala  ekonomi berapa  sistem  ini  akan  memberikan  dampak  ekonomi  yang positif,  tidak  saja  bagi pemerintah  akan tetap juga  bagi  masyarakat.

Ukuran  yang  dapat  dijakan  dasar  untuk  menilai  kelayakan  ekonomi  dari  implementasi  Silarsatu  ini  adalah  dengan  NPV (Net present value)  dari  proyek  disertai  dengan IRR (Internal Rate of Retum)  yang  dapat  dihasilkan  dengan  sistem  ini. Penerapan  sistem  pengolahan  sampah  model  Silarsatu  ini  bila  dilihat  dari  pendekatan  ekonomi  harus  dapat  memberikan pendapatan tambahan  bagi  masyarakat  sekitar  dan bahkan secara  makro  dapat  meningkatkan  Pendapatan  Asli  Daerah  (PAD)  .   

 Kebijakan Politik

Pemerintah daerah diharapkan dapat  melakukan kebijakan politik khusunya  mengenai pengelolaan sampah dan hendaknya  didukung  penuh  oleh  pemerintah pusat dengan melibatkan stakeholder dalam teknis perencanaan, penyelenggaraan dan pengembanganya. Hal ini diperlukan karena sampah pada dasarnya bukan  sekedar permasalahan Pemda atau Dinas Kebersihan  setempat, namun lebih dari itu merupakan  masalah  bagi  setiap  individu,  keluarga, organisasi dan akan menjadi masalah negara bila sistem perencanaan dan pelaksanaanya tidak dilakukan dengan terpadu dan berkelanjutan.

Aparat terkait sebaiknya tidak ikut terlibat  secara  teknis dan dalam, hal ini untuk menghindari meningkatnya  anggaran  biaya  penyelenggaraan, selain itu  keterlibatan aparat terkait  dikhawatirkan  akan membentuk  budaya  masyarakat  yang  bersifat  tidak  peduli.  Pemerintah  dan  aparat terkait sebaiknya memposisikan kewenangannya sebagai fasilitator dan  regulator,  dan setiap permasalahan  persampahan sebaiknya dimunculkan oleh masyarakat atau organisasi sisial selaku produsen sampah . Hal ini diharapkan terciptanya sikap masyarakat selaku individu, keluarga dan organisasi.

Law Enforcement

Semua fihak yang berkepentingan berharap sistem yang dibangun dapat berjalan sesuai dengan sistem dan mekanisme yang telah direncanakan dan sistem itu juga telah disepakati bersama, oleh karenanya juga perlu dibangun juga subsistem penegakan hukum (law enforcement) yang memadai, agar semua fihak memahami akan hak-haknya, demikian juga kewajiban-kewajibanya. Perlunya dibangun  suatu penegakan hukum  dimaksud agar pelanggaran-pelanggaran akan ada sanksi-sanksi, dimana sanksi yang diterapkan disesuaikan jenis pelanggaranya sehingga penerapanya dilakukan secara berjenjang mulai dari yang bersifat mendidik, peringatan dan pemungutan  kembali  sampah yang  dibuang,     kompensasi  pembayaran  denda,   hingga  penegakan     hukum lingkungan bagi pelanggar lingkungan.

KEUNTUNGAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU.

          Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem pengelolaan sampah terpadu ini, diantaranya :

1.   Dengan sitem silarpadu ini terjadi peningkatan kualitas lingkungan demikian juga ekosostem dapat terjaga dengan baik, karena  sistem yang dipakai dengan pengelolan sampah tanpa sisa;

2.   Matarantai pengangkutan sampah menjadi sangat kecil, sehingga dengan demikian biaya pengangkutan dapat ditekan ;

3.   Tidak memerlukan lahan untuk TPA yang luas ataupun TPA terpusat dengan incenerator maupun peralatan lainya dengan biaya operasional yang besar, cukup lahan-lahan untuk lokasi silarsatu yang lebih kecil yang mendekati daerah pelayanan;

4.   Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang  memiliki nilai ekonomis, dan tidak membebani Pemerintah Daerah yang berlebihan;

5.   Dapat menambah lapangan pekerjaan sekaligus dapat lebih mensejahterakan masyarakat pengelola dengan berdirinya badan usaha yang dikelola oleh masyarakat yang  mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat;

6.   Beban Anggaran Pemerintah Daerah/Kota akan berkurang, atau bahkan akan tidak ada sama sekali (yang terkait dengan penanganan sampah).

KESIMPULAN

1.     Pengelolaan yang sedang berjalan saat ini (TPA, TPS) yang mengandalkan pada sistem pengangkutan, pembuangan dan pengolahan menjadi bahan urugan perlu diubah karena dirasakan sangat tidak ekonomis (cost center).  Disamping memerlukan biaya operasional dan lahan bagi pembuangan akhir yang luas juga menimbulkan banyak dampak yang kurang menguntungkan bagi kehidupan masyarakat kota serta akan menumbuhkan masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungannya.

2.      Kedepan  pendekatan yang paling tepat dalam penanganan sampah melalui sistem pengelolaan sampah terpadu yang disebut  Silarsatu dimana sistem ini merupakan sitem pengelolaan sampah tanpa sisa (zero waste system) dapat merubah paradigma dari cost center menjadi profit center dengan cara memaksimalkam peran serta masyarakat dan pemanfaatan sampah menjadi bahan yang mempuyai nilai ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Ir. Amos Neolaka, M,Pd, 2008. Kesadaran Lingkungan. Penerbit PT Rinika Cipta, Jakarta

Aboejoewono, A.  1985.  Pengelolaan Sampah Menuju ke Sanitasi Lingkungan dan  Permasalahannya; Wilayah DKI Jakarta Sebagai Suatu Kasus.  Jakarta.

Roni Kastaman, Ade Moetangad Kramadibrata, 2007. Sistem Penelolaan Reaktor Sampah Terpadu Silarsatu.

Prof. Ir. Ekobuharjo, MSc, Ir. Sudati Hardjohubojo, MS. 1993 Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Alumni, Bandung.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KNLH), 2008, Statistik Persampahan Indonesia

Klara Tiwon et all, 2003, Pengelolaan sampah terpadu sebagai salah satu upaya mengatasi proplem sampah diperkotaan.

Prof.Dr.Ir. Karden Eddy Sontang Manik, M.S.,2007. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Dr.Ir. Aca Sugandhy, MSc. Ir. Rustam Hakim, MT. 2007. Prinsip Dasar Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Ricki M. Mulai, 2005. Kesehatan Lingkungan. PenerbitGraha Ilmu, Yogjakarta dan UIEU -  University Prees, Jakarta Barat.

Universitas Sriwijaya dan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1989. Dasar-dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Penerbit Pusat Penelitian Program Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Sriwijaya.

Prof.Dr.Ir. Otto Soemarwoto, 1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Penerbit  C.V. Rajawali, Jakarta.

Ir. Zoer’aini Djamal Irwan, M.Sc., 1992.Ekosistem Komunitas dan Lingkungan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Janianton Damanik, Helmut F.Weber, 2006. Perencanaan Ekowisata. Penerbit Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM & Andijaya Yogjakarta.

Surna T.Djajadiningrat, Harry Harsono Amir, 1991. Penelitian Secara Cepat Sumber-sumber Pencemaran Air, Tanah dan Udara. Penerbit Gajahmada University Press, Yogjakarta.

Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S.  1985.  Tehnologi Pemanfaatan Sampah Kota  dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual.  PPLH ITB.Bandung.

Dinas Kebersihan Kota DKI Jakarta.  1985.  Permasalahan dan Pengelolaan Sampah  Kota Jakarta.  Jakarta.

Murtadho, D. dan Sa’id, E. G.  1988.  Penanganan Pemanfaatan Limbah Padat.    Sarana Perkasan. Jakarta.

Sidik, M. A., Herumartono, D. dan Sutanto, H. B.  1985.  Tehnologi Pemusnahan   Sampah dengan Incinerator dan Landfill.  Direktorat Riset Operasi Dan Manajemen.  Deputi Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian Dan Penerapan  Teknologi.  Jakarta

Tidak ada komentar:

EASYHITS4U

Link akun paypal Untuk transaksi bisnis anda yang lebih mudah

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

PINGLER.COM