Walaupun pemerintah
telah meluncurkan program PHT (Pengendalian Hama Terpadu) agar
masyarakat tidak tergantung kepada pestisida, juga mencabut subsidi dan
melarang beberapa jenis pestisida, namun kenyataannya, nilai impor bahan
pestisida yang pada tahun 1990an mencapai sekitar 200 milyaran rupiah
(Kasryno, 1994) ternyata pada tahun 2000-an melampui angka 300 milyaran
rupiah (Anon, 2000), bukannya menurun, malahan naik tajam.
Hal
ini menunjukkan bahwa kita masih tergantung kepada pestisida kimia
sintetis, khususnya impor dan kebiasan masyarakat kita masih kuat dan
sulit dirubah untuk bergantung kepada pestisida, atau memang kebijakan
pemerintah kita yang masih mendukung penggunaan pestisida kimia sintetis
dengan cara meloloskan beberapa jenis pestisida untuk beredar di
Indonesia dan sebaliknya belum atau kurang mendukung berkembangnya
pestisida hayati di Indonesia. Salah satu jenis pestisida hayati yang
sudah
banyak dikenal masyarakat dunia adalah yang berasal dari pohon mimba (Azadirachta indica
A. Juss) (Gagoup and Hayes, 1984; Ermel, 1995). Selain dikenal sebagai
pestisida dan juga bahan pupuk, bangunan serta penghijauan, belakangan
ini dikenal juga sebagai bahan obat dan kosmetik sehingga disebut
sebagai tanaman multi-fungsi (Grainge and Ahmed, 1987).
Mimba
merupakan tanaman yang memenuhi persyaratan untuk dikembangkan menjadi
sumber bahan dasar pembuatan pestisida nabati. Adapun
persyaratan-persyaratan tersebut menurut Ahmed (1995) antara lain
(a) merupakan tanaman tahunan,
(b) tidak perlu dimusnahkan apabila suatu saat bagian tanamannya diperlukan,
(c) mudah dibudidayakan,
(d) tidak menjadi gulma atau inang bagi organisme pengganggu tumbuhan (OPT)
(e) mempunyai nilai tambah
(f) mudah diproses, sesuai dengan kemampuan petani.
KANDUNGAN BAHAN AKTIF
Seperti
telah kita ketahui, bahwa tanaman merupakan gudang bahan kimia yang
kaya akan kandungan berbagai jenis bahan aktif. Di dalam tanaman mungkin
terkandung puluhan atau ratusan, bahkan ribuan jenis bahan kimia,
sehingga sangat sulit untuk menentukan jenis dan fungsi atau manfaat
setiap jenis kandungan bahan aktif tersebut. Dikenal suatu kelompok
bahan aktif yang disebut “Produk metabolit sekunder” (Secondary metabolic products),
dimana fungsinya bagi tumbuhan tersebut dalam proses metabolismenya
kurang jelas. Namun kelompok ini dikenal berperan dalam hal berinteraksi
atau berkompetisi, termasuk menjadi bahan untuk melindungi diri dari
gangguan pesaingnya (Kardinan, 2002).
Mimba,
terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa komponen dari
produksi metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat, baik dalam
bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan
obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin (Ruskin, 1993). Azadirachtin
sendiri terdiri dari sekitar 17 komponen dan komponen yang mana yang
paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas
diketahui (Rembold, 1989). Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun
mengganggu hama pada proses makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya
(Senrayan, 1997).
Azadirachtin
berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja
hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses
metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian
kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari
larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya
kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian (Chiu,
1988).
Salanin
berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang mengakibatkan
daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum
mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari mimba,
seringkali hamanya tidak mati seketika setelah disemprot (knock down),
namun memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun
demikian, hama yang telah disemprot tersebut daya rusaknya sudah sangat
menurun, karena dalam keadaan sakit (Ruskin, 1993).
Meliantriol
berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan serangga hama
enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus terjadi ketika belalang
Schistocerca gregaria menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman
terserang belalang, kecuali satu jenis tanaman, yaitu mimba (Sudarmadji,
1999). Mimbapun dapat merubah tingkah laku serangga, khususnya belalang
(insect behavior) yang tadinya bersifat migrasi, bergerombol dan
merusak menjadi bersifat solitair yang bersifat tidak merusak (informasi
lisan Prof. K. Untung).
Nimbin
dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus,
bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam
mengendalikan penyakit tanaman (Ruskin, 1993). Tidak terbatas hal itu,
bahan-bahan ini sering digunakan dan dipercaya masyarakat sebagai obat
tradisional yang mampu menyembuhkan segala jenis penyakit pada manusia
(Kardinan dan Taryono, 2003).
Selain mengandung
bahan-bahan tersebut di atas, di dalam tanaman mimba masih terdapat
berpuluh, bahkan beratus jenis bahan aktif yang merupakan produksi
metabolit sekunder yang belum teridentifikasi dan belum diketahui
manfaatnya. Oleh karena itu,penelitian mengenai penggalian potensi mimba
masih banyak diperlukan.
MANFAAT DAN BERBAGAI PRODUK DARI MIMBA
Mimba sebagai obat tradisional
Sangat
banyak berita-berita yang menginformasikan khasiat mimba dalam
menyembuhkan berbagai macam penyakit, bahkan saat ini daun mimba sudah
dijual dalam berbagai macam kemasan, mulai dari kapsul, tepung daun,
daun kering ataupun teh mimba instant. Dalam kemasan tersebut disebutkan
bahwa daun mimba mampu menanggulangi penyakit tumor, kanker, diabetes,
kolesterol, asma, darah tinggi, asam urat dan lainnya. Diberitakan oleh
Karjono dalam majalah Trubus (1998) mengenai suatu kasus seorang pasien
yang sudah divonis dokter bahwa yang bersangkutan tidak bisa tertolong,
namun berkat meminum 7 (tujuh) lembar daun mimba, berangsur-angsur si
pasien sembuh, sampai akhirnya sembuh total dan sampai saat ini masih
segar bugar dan meneruskan meminum teh mimba.
Sampai
saat ini masih terjadi kontroversi mengenai digunakannya daun mimba
sebagai obat tradisional. Disatu pihak bersikeras bahwa mimba adalah
racun yang apabila digunakan sebagai obat akan sangat membahayakan si
pasien. Dilain pihak bersikeras pula bahwa mimba dapat digunakan sebagi
obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit, karena telah digunakan
sejak jaman dahulu dan sudah banyak bukti akan khasiat mimba dalam
menanggulangi berbagai macam penyakit, hanya proses pembuatan dan
dosisnya yang harus diperhatikan secara tepat dan benar. Suatu contoh
bahwa untuk digunakan sebagai obat, hanya 7 (tujuh) lembar daun mimba
atau setara dengan ¼ sendok teh tepung daun mimba yang perlu digodok
dalam 2 (dua) dua gelas air, sehingga menjadi 1 (satu) gelas air atau
langsung diseduh air panas dalam satu gelas dan diminum selagi hangat,
jangan sampai dibiarkan/diendapkan sampai keesokan harinya, karena akan
berubah menjadi racun. Dalam hal ini banyak kasus pasien keracunan
karena si pasien ingin puas dan cepat sembuh, sehingga mengkonsumsi over
dosis yang sangat membahayakan si pasien itu sendiri. Selain itu banyak
kasus bahwa dengan alasan lupa meminum, akhirnya seduhan tadi mengendap
sampai keesokan harinya dan diminum yang akhirnya juga membahayakan si
pasien.
Mimba sebagai pestisida
Sudah sejak lama mimba digunakan sebagai pestisida nabati dengan kemanjuran dan peruntukan yang luas (Broad spectrum),
baik digunakan secara sederhana di negara berkembang, maupun digunakan
secara terformula di negara maju, seperti Amerika Serikat. Di Amerika
Serikat sendiri mimba sudah digunakan secara meluas, yang pada awalnya
hanya diperuntukan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan
(OPT) pada tanaman yang bukan untuk dikonsumsi (non-food crops), namun
belakangan ini sudah diperkenankan dipergunakan untuk mengendalikan OPT
pada tanaman pangan (food crops), dengan berbagai jenis merk dagang,
diantaranya adalah Margosan, Aligin, Turpex, Azatin dan Bio-neem. Negara
lainpun di Asia sudah banyak yang memproduksi pestisida nabati dari
mimba, diantaranya India dengan berbagai merk dagang, satu diantaranya
yang sudah masuk ke Indonesia adalah “Neemazal”, Singapura yang juga
telah memproduksi pestisida nabati mimba dan telah masuk pula ke
Indonesia, namun dengan mengaku/mengklaim sebagai pupuk organik cair,
yaitu “Bionature”, dan masih banyak merk dagang lain yang telah dibuat
oleh Thailand, Myanmar dan Singapura.
Indonesiapun
saat ini telah banyak yang memproduksi pestisida nabati dari
mimba,diantaranya oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), Balai
penelitian Tanaman Serat dan Kapas (Balittas-Malang), Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro-Bogor) dan pihak-pihak swasta (PT.
Nihon Seima), maupun LSM lainnya.Namun demikian hanya satu yang telah
terdaftar dan mendapat ijin dari Komisi Pestisida – Departemen
Pertanian. Prosesnya pendaftaran pestisida agak rumit (disamakan dengan
pestisida kimia sintetis), yang paling utama adalah “Biaya” yang harus
dikeluarkan relatif besar bila diukur dari para pengembang lokal yang
umumnya bukan merupakan pengusaha besar dengan skala impor-ekspor. Untuk
itu, jika pemerintah mempunyai itikad baik (Political will) untuk
membatasi berkembangnya penggunaan pestisida kimia sintetis yang semakin
waktu semakin meningkat dengan pencemaran lingkungan dan dampak negatif
yang semakin meningkat pula, maka pemerintah harus mendukung
berkembangnya penggunaan pestisida nabati, khususnya dari mimba ini,
salah satunya dengan memberikan kemudahan perijinan dan keringanan biaya
pendaftarannya.
Mimba sebagai bahan pupuk organik
Bungkil
atau dedak biji mimba yang telah diambil minyaknya, baik secara di
pres, maupun diekstrak dengan heksan, merupakan bahan pupuk organik yang
kaya akan nutrisi yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Selain
bahan nutrisi tanaman, baik unsur makro, maupun mikro, bungkil biji
mimba ini juga masih mengandung bahan aktif pestisida nabati, seperti
azadirachtin yang akan bermanfaat mengendalikan organisme pengganggu
tumbuhan yang berada di dalam tanah, seperti hama rayap,
uret/kuul/lundi, nematoda dan hama lainnya, sehingga penggunaannya
sebagai pupuk organik akan bermanfaat ganda, yaitu secara tidak langsung
akan bermanfaat sebagai pestisida juga. Keuntungan lain yang diperoleh
adalah bahwa azadirachtin bersifat sistemik, yaitu dapat meresap kedalam
jaringan tumbuhan, sehingga apabila diaplikasikan sebagai pupuk di
tanah, maka apabila terisap oleh tanaman akan ditranslokasikan ke bagian
tanaman lainnya, seperti daun dan akan berfungsi melindungi tanaman
dari gangguan OPT. Pupuk organik dari bungkil biji mimba ini telah
diproduksi oleh Balittro, yaitu dengan penambahan pupuk kandang, kompos
ataupun guano kedalamnya, sehingga diperoleh pupuk organik plus.
Selain
bungkil biji mimba, daunnyapun dapat digunakan sebagai bahan kompos
untuk dijadikan pupuk organik yang juga mengandung kandungan bahan aktif
pestisida nabati, sehingga dapat berfungsi ganda. Pohon mimba berdaun
lebat, sehingga daun mudah diperoleh. Walaupun pohon mimba hanya akan
berbiji bila ditanam ditempat yang panas dan kering di dataran rendah,
namun mimba akan tetap berdaun walaupun ditanam di dataran tinggi dengan
curah hujan yang tinggi.
Mimba sebagai pohon penghijauan dan reboisasi
Pohon
mimba termasuk pohon yang mampu beradaptasi di daerah marginal yang
panas dan kering, bahkan berbatu. Di Situbondo pohon mimba dapat
ditemukan dari mulai pesisir pantai, rawa-rawa sampai di perbukitan
berbatu sekalipun, sehingga pohon ini akan sangat cocok digunakan
sebagai pohon penghijauan ataupun reboisasi di Indonesia, khususnya di
daerah yang panas dan kering di dataran rendah. Walaupun tidak berbiji
apabila ditanam di dataran tinggi (di atas 300 m dpl.), namun pohon
mimba masih mampu berdaun dengan lebat.
Pohon mimba dengan tinggi yang mampu mencapai 20 m, bersifat mampu meresap CO2 dari udara relatif lebih banyak dibanding pohon-pohon lainnya, juga dengan sendirinya mampu mengeluarkan O2
relatif lebih banyak pula dibandingkan pohon pohon lainnya, sehingga
pohon ini dianggap mampu meminimalkan polusi udara dan memberikan
kesegaran pada lingkungan. Oleh karena itu pohon ini sangat cocok
dijadikan pohon penghijauan di perkotaan khususnya kota-kota besar
seperti Jakarta yang memang sudah sangat tinggi dengan polusi udaranya.
Pohon
mimba mempunyai perakaran yang kuat dan dalam, sehingga sangat
memungkinkan mampu mengangkat unsur hara di dalam tanah dan
mengeluarkannya ke permukaan melalui jatuhnya bagianbagian tanaman ke
permukaan tanah. Oleh karena itu pohon ini diharapkan mampu memperbaiki
kesuburan tanah dan akan sangat cocok ditanam di daerah yang kurang
subur. Untuk keperluan ini sebaiknya bibit mimba yang digunakan adalah
yang berasal dari biji (generatif), bukan yang berasal dari stek batang
atau ranting (vegetatif), karena bibit yang berasal dari biji memiliki
akar tunggang (dari perbanyakan vegetatif tidak memiliki akar tunggang)
dan akan lebih tahan dalam menghadapi terpaan angin ataupun gangguan
goyangan lainnya agar tidak tumbang.
Pohon
mimba memiliki diameter batang yang cukup besar dan kayunya termasuk
kayu kelas satu, sehingga akan sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai
bahan bangunan, sedangkan daunnya yang lebat dapat digunakan sebagai
pakan ternak yang juga bersifat sebagai obat cacing untuk ternak. Namun
demikian, saat ini tidak dianjurkan menebang pohon mimba untuk digunakan
kayunya, karena populasinya di Indonesia masih relatif rendah.
Saat
ini bibit pohon mimba yang berasal dari biji tersedia di BPT Situbondo
dalam jumlah besar, sehingga siap mendukung program reboisasi dan
penghijauan di Indonesia.
PROSES PENGOLAHAN MIMBA
Bagian utama dari pohon
mimba yang dimanfaatkan adalah daun dan biji. Berikut dijelaskan
mengenai prosesing daun dan biji agar dapat dimanfaatkan, baik sebagai
obat, pestisida, kosmetik, toilet teries, pupuk dan lainnya.
Biji
Biji mimba mengandung minyak sekitar 40%. Untuk memperoleh minyaknya dapat diperoleh dengan 2 (dua) cara ;
Cara pengepresan,
yaitu dengan jalan mengepres biji mimba dengan suatu alat pengepres
sehingga yang tersisa adalah bungkilnya yang biasanya masih mengandung
minyak. Dengan cara ini minyak yang terambil antara 15-20 %, sehingga
kandungan minyak pada bungkil masih tinggi, oleh karena itu banyak orang
yang menggunakan bungkil mimba ini sebagai bahan pestisida dengan cara
mengekstraknya dengan ethanol atau denan air dengan sedikit penambahan
deterjen atau sabun colek, agar antara minyak dan air terjadi emulsi.
Ekstraksi dengan heksan
: yaitu dengan cara mengaduk dan maserasi adukan tersebut, sehingga
minyak yang terkandung dalam biji mimba tertarik dan bercampur dengan
heksan. Selanjutnya heksan tersebut di rotavapor (diuapkan) untuk
memisahkan pelarut heksan dengan minyak mimba. Dengan cara ini minyak
yang terambil lebih tinggi, yaitu dapat mencapai antara 20 – 25%. Namun
demikian, bungkil mimbanya masih mengandung minyak dan masih dapat
digunakan sebagai bahan pestisida nabati, yaitu dengan cara
mengekstraknya dengan ethanol, atau ada juga yang mengekstraknya dengan
air yang ditambah sedikit emulsifier, biasanya deterjen atau sabun cair
Teepol. Selanjutnya minyak yang diperoleh digunakan untuk berbagai
keperluan, diantaranya pembuatan sabun mandi, shampo, pestisida, sabun
pencuci tangan, pasta gigi dan lainnya.
Daun
Daun dapat digunakan
langsung dalam keadaan segar, ataupun dikeringkan, sehingga di peroleh
simplisia kering, namun ada juga yang dibuat tepung, sehingga lebih
praktis pengemasannya. Dalam keadaan segar tidak memerlukan perlakuan
khusus, hanya perlu dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan cara
dicuci, selanjutnya apabila akan digunakan sebagai obat, cukup menyeduh
tujuh lembar daun dalam dua gelas air sampai menjadi satu gelas air.
Simplisia kering daun diperoleh dengan cara mengering-anginkan daun
sampai daun bisa diremas menjadi serpihan. Bisa juga dilakukan pemanasan
dengan
oven yang dilengkapi fan (kipas angin) pada suhu maksimal 400C
atau ada juga yang menjemur di bawah sinar matahari di bawah jam 10
pagi (tidak terlalu terik). Tepung daun mimba diperoleh dengan cara
menggrinder simplisia kering tadi dengan alat khusus(grinder) atau dapat
juga dengan alat penghancur yang ada pada mixer.
KESIMPULAN
Mimba (Azadirachta indica
A. Juss) merupakan tanaman multimanfaat karena selain dapat tumbuh
dengan baik di daerah marginal yang panas dan kering, juga dapat
berfungsi sebagai pohon reboisasi dan penghijauan, bahan pestisida
nabati yang dapat mengendalikan OPT secara ramah lingkungan serta bahan
pupuk organik yang selain mengandung unsur hara tanaman, baik makro,
maupun mikro, juga mengandung bahan pestisida untuk menanggulangi OPT di
dalam tanah.
Catatan : Saat
ini Pohon Mimba di tempat kami belum berbuah. Untuk anda yang
memerlukan biji mimba untuk bahan bibit/perbanyakan belum bisa dipesan
saat ini. Diperkirakan sekitar bulan Januari 2011, biji mimba asal BPT
Situbondo sudah bisa dipanen.Terimakasih.
Sumber :
Agus Kardinan dan Azmi Dhalimi, Balitro, 2003
Anonim, Tumbuhan Berkhasiat Obat, 1987
Perbedaan Mindi dan Mimba
Berikut ini ada
beberapa perbedaan yang bisa dilihat dari pohon Mindi dan pohon Mimba.
Untuk lebih jelasnya berikut pada foto dibawah ini :
kiri -kanan : batang pohon mimba-batang pohon mindi
kiri-kanan ; daun mimba-daun mindi
foto bawah : daun mindi muda (kiri)-daun mimba muda (kanan)
Jika daun mimba
dicicipi, rasanya jauh lebih pahit daripada rasa daun mindi. Selain itu
pada daun mindi, masih terlihat bekas gigitan serangga. Beda dengan daun
mimba, yang biasanya bersih dari bekas gigitan serangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar