I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan merupakan satu-satunya mahluk
yang dapat mengolah atau membuat makanan sendiri, yakni melalui proses
fotosintesis oleh karena itu tumbuhan sering disebut produsen dalam
rantai makanan. Agar tumbuhan dapt bertahan
dengan baik dan proses fotosintesis berlagsung dengan optimal maka
diperlukan tempat tumbuh yang sesuai dengan kebutuhan tumbuhan. Tetapi
jika semua tumbuhan atau tanaman dikembangkan didaerah yang optimal
untuk lingkungan tumbuhnya akan sulit dilakukan dalam jangka panjang.
Hal ini disebabkan karena pertambahan penduduk sangat tinggi sehingga
luas lahan untuk budidaya tanaman berkurang oleh karena itu, tanaman
tidak harus dibudidayakan pada lingkungan yang paling optimum tetapi
bisa juga dibudidayakan pada tempat lainnya. Tanaman memiliki mekanisme
tahan atau adaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang kurang mendukung
atau cekaman.
Akan tetapi tumbuhan memiliki tingkat
adaptasi yang berbeda terhadap cekaman, sehingga dibutuhkan pengujian
cekaman untuk mengetahui ketahanan tanaman tertentu dalam merespon suatu
cekaman tentu pula. Untuk menguji tingkat adaptasi tanaman terhadap
cekaman tertentu aka diperlukan cekaman buatanm, cekaman buatan tersebut
diujikan pada benih tanaman. Pengujian terhadap benih tanaman tersebut
dilakukan dengan berbagai macam, salah satu bentuk pengujian cekaman
ialah dengan memberikan cekaman kekeringan yakni dengan memberikan
sedikit bahkan tidak memberikan air pada benih pada saat dikecabahkan.
Tingkat ketahanan benih dapat diketahui melalui banyaknya benih yang
berkecambah dalam keadaan baik.
Kekeringan menimbulkan cekaman bagi
tanaman yang tidak tahan kering, kekeringan terjadi jika lengas tanah
lebih rendah dari titik layu tetap. Kondisi di atas timbul karena tidak
adanya tambahan lengas baik dari air hujan maupun irigasi sementara
evapotranspirasi tetap berlangsung. Pertumbuhan dan hasil tanaman tidak
hanya dipengaruhi oleh cekaman kekeringan, merupakan hasil integrasi
dari semua pengaruh cekaman pada proses fotosintesis, respirasi,
metabolisme pertumbuhan, dan reproduksi.
Pengujian cekaman dilakukan pada benih,
karena benih merupakan bahan dasar dalam budidaya tanaman yang memegang
peranan yang sangat penting baik dalam memperbanyak tanaman maupun dalam
mendapatkan produk hasil tanamannya. Benih sebagai komoditi perdagangan
dan sebagai unsur baku yang mempunyai peranan penting dalam produksi
pertanian. Benih bermutu dengan kualitas yang tinggi selalu diharapkan
oleh petani. Oleh karena itu, benih harus selalu dijaga kualitasnya
sejak diproduksi oleh produsen benih, dipasarkan hingga sampai di tangan
petani untuk proses penanaman. Untuk menjaga kualitas benih tersebut,
maka peranan pengujian benih menjadi sangat penting dan harus dilakukan
terhadap benih baik ditingkat produsen benih, pedagang benih maupun pada
tingkat petani.
1.2 Tujuan
Melatih mahasiswa agar dapat melakukan
uji ketahanan benih terhadap kekeringan dengan uji cekaman menggunakan
NaCl yang diberikan pada media perkecambahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Utama dan Pratiwi (2008), stres
adalah faktor eksternal yang menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan
atau merusak tehadap mutu jika tanaman atau bagian tanaman dihadapkan
terhadap stres pada lama waktu dan intensitas mencukupi. Stres merupakan
suatu keadaan yang tidak normal dimana tanaman mengalami suatu cekaman
tertentu yang berasal dari luar tubuhnya yang dapat berupa faktor biotik
maupun abiotik. Praktikum ini membahas mengenai perlakuan berbagai
macam stres abiotik yang diberikan kepada tanaman kedelai dan jagung.
Perlakuan stres yang diberikan adalah stres cahaya normal, stres cahaya
40%, stres air normal, stres air 50%, stres garam normal, dan stres
garam 75%.
Daya berkecambah suatu benih dapat
diartikan sebagai mekar dan berkembangnya bagian – bagian penting dari
suatu embrio suatu benih yang menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh
secara normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian pengujian
daya kecambah benih ialah pengujian akan sejumlah benih, berupa
persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah
pada jangka waktu yang telah ditentukan (Danuarti, 2005).
Faktor-faktor cekaman secara garis besar
dibedakan atas dua yaitu cekaman biotik dan abiotik, cekaman biotik
yaitu: sebagai dampak negativ dari faktor-faktor tumbuhan biologis pada
organisme di lingkungan tertentu. sedangkan cekaman abiotik adalah
sebagai dampak negativ dari faktor-faktor non hidup yang tidak
menguntungkan dan yang berpenagruh buruk pada tanaman budidaya. beberapa
contoh cekaman biotik yaitu : HPT, virus, Jamur, dan gulma sedangkan
contoh cekaman abiotik yaitu: cahaya, curah hujan, ph tanah, musim hujan
atau kemarau dan suhu (Wahyu dan Asep,1990) .
Benih yang bermutu menjanjikan produksi
yang baik dan bermutu pula jika diikuti dengan perlakuan agronomi yang
baik dan input teknologi yang berimbang. Sebaliknya, bila benih yang
digunakan tidak bermutu maka produksinya banyak tidak menjanjikan atau
tidak lebih baik dari penggunaan benih bermutu. Penggunaan benih bermutu
diharapkan mampu mengurangi berbagai faktor resiko kegagalan panen
(Wirawan, 1998).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh
terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan
yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada tanaman
yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan
menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar
(Haryati, 2006).
Air yang tersedia dalam tanah adalah
selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu
permanen. Diatas kapasitas lapang air akan meresap ke bawah atau
menggenang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Di bawah
titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air karena daya
adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan daya
serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh
kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang
berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju
absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman
dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan
air tanah (Lakitan,1996).
Sifat ketahanan tanaman padi terhadap
cekaman luar yakni serangan OPT blas dari O. rufipogon telah berhasil
sdiintrogresikan ke dalam kedelai budi daya (Utami et al., 2000).
Transformasi transgen P5CS yang diikuti dengan regenerasi
tanaman transgeniknya diperkirakan mampu menghasilkan tanaman tebu
transgenik yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi Agrobacterium mentransfer gen P5CS ke dalam kalus tebu. Metode transfer gen ke dalam sel tanaman tebu telah dilakukan secara biologis menggunakan Agrobacterium. Dalam metode ini, plasmid rekombinan pBI-P5CS berhasil dengan baik ditransformasikan ke dalam sel (Fitrianty, et al., 2003).
Menurut Makmur, Amris., (2003), Kondisi keseragaman genetik menyebabkan tanaman yang bersangkutan rapuh genetik (genetically vuniravle)
artinya jika berkembang ras baru patogen yang mmenyerang gen utama
sebelumnya, maka akan menyebabkan seluruh varietas yang awalnya tahan,
menjadi peka terhadap patoghen yang bersangkutan. Hampir seluruh tanaman
yang bernilai ekonomi penting, ketika dilaksanakan pemuliaan tanaman
kearah keseragaman genetik yang intensif adalah rapuh genetik.
Penelitian pemuliaan kedelai gogo dan
kedelai bagi adaptasi terhadap keracunan Al pada kedelai sawah pasang
surut bagi adaptasi terhadap salinitas dilakukan dengan penyaringan
galur – galur kedelai gogo dan kedelai dimulai dengan menggunakan tanah
PMK jasinga (pH = 4,5); kandungan Aldd = 5,4 me per 100 gram tanah) yang
terkenal dengan tingkat keracunan Al yang tinggi. Percobaan pengapuran
pada bak – bak pemeliharaan tanaman baik – baik pemeliharaan tanaman
dari kayu dalam rumah plastik menunjukkan bahwa tanah tanpa pengapuran
paling dapat memisahkan antara galur peka dengan galur tegang terhadap
keracunan Al. Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fese generatif
(Makmur, Amris., 2003).
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pembiakan Tanaman II
dilaksanakan pada hari Rabu 24 November 2010 pada pukul 14.00 sampai
dengan selesai di Laboratorium Pemuliaan dan Teknologi Benih Fakultas
Pertanian Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
- Substrat kertas merang
- Pinset
- Alat pengecambah
3.2.2 Bahan
- Benih jagung 2 varietas local dan 1 varietas hibrida
- Air
- NaCl
3.3 Cara Kerja
- Membuat larutan NaCl dengan konsentrasi 0 %; 2 %; 4 % atau 0 ; 2 ; 0,4 m. Dalam 0,2 m ( setara 7,6 atm tekanan osmose ) dengan cara melarutkan 11,7 gr NaCldalam 1 liter air, sedangkan cukup member air pada konsentrasi 0 % tanpa NaCl.
- Merendam substrat kertas merang pada larutan dengan konsentrasi yang telah dibuat hingga semua bagian kertas basah merata.
- Menanam benih jagung local dan hibrida pad asubstrat tersebut dengan metode UKDdp sebanyak 25 butir perulangan dan mengulangnya sebanyak 3 kali.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Jenis benih | Konsentrasi NaCl | UL | Perkecambahan | Bobot
Basah Tajuk+ Akar |
Bobot
Kering Tajuk+ Akar |
|||||
Hari ke – 3 | Hari ke – 5 | |||||||||
normal | abnormal | mati | Nor mal | Abnormal | mati | |||||
Varie tas I | 0 % (0 M) | 1 | 25 | - | - | 24 | 1 | - | 14.47 | 1.34 |
2 | 25 | - | - | 25 | - | - | 13.38 | 1.23 | ||
2% (2M) | 1 | 7 | - | - | 20 | 5 | - | 2.45 | 0.39 | |
2 | 6 | - | - | 14 | 10 | 1 | 2.30 | 0.3 | ||
4% (4M) | 1 | - | - | - | - | 18 | 6 | 0.2 | 0.05 | |
2 | - | - | - | - | 20 | - | 0.15 | 0.02 | ||
Varie tas II | 0 % (0 M) | 1 | 25 | - | - | 16 | 6 | 1 | 21.62 | 3.08 |
2 | 25 | - | - | 17 | 3 | 5 | 23.44 | 4.64 | ||
2% (2M) | 1 | - | - | - | 22 | 3 | - | 2.04 | 0.32 | |
2 | - | - | - | 24 | 1 | - | 3.18 | 0.38 | ||
4% (4M) | 1 | - | - | - | - | 20 | 5 | 0.86 | 0.39 | |
2 | - | - | - | - | 24 | 1 | 0.72 | 0.17 |
4.2 Pembahasan
Berdasarkan data
diatas dapat diketahui bahwa pada hari ke-3 setelah dikecambahakan
varietas I yang notabene jenis jagung besar pada perlakuan kontrol dapat
diketahui bahwa semua jagung telah berkecambah dengan normal. Sedangkan
perlakuan konsentrasi garam 2 M pada ulangan I benih jagung yang
berkecambah 7 dan ulangan II 6 benih yang berkecambah, sedangkan pada
perlakuan konsentrasi garam 4 M belum ada benih jagung yang berkecambah.
Varietas II dapat diketahui bahwa perlakuan kontrol benih jagung yang
berkecambah mencapai 100%, keadaan ini sama persis dengan varietas I.
Tetapi pada perlakuan konsentrasi garam 2 M belum ada benih yang
berkecambah.
Belum berkecambahnya benih jagung pada
hari ke-3 bukan berarti benih jagung tersebut telah mati karena pada
hari ke-3 perkecambahan benih jagung belum maksimal. Penyimpulan mati
tidaknya benih jagung baru bisa dilakukan pada hari ke-5, pada hari ke-5
benih jagung sudah maksimal untuk melakukan proses perkecambahan. Hal
ini dikarenakan berkaitan dengan cadangan makanan yang ada pada benih
jagung, benih jagung yang sudah patah masa dormansinya membutuhkan
energi yang besar untuk proses metabolismenya, terutama proses
metabolisme untuk proses perkecambahan benih.
Oleh karena itu masa perkecambahan benih
sangatlah singkat karena berpacu dengan persediaan cadangan makanan
pada benih jagung. Jika keadaan benih terluka atau lingkungan sekitar
tidak sesuai dengan lingkungan tumbuh optimalnya maka benih cadangan
makanan benih jagung akan terkonsentrasi untuk menyembuhkan luka ataupun
menyesuaikan dengan keadaan lingkungan tersebut. Cadangan makanan yang
seharusnya digunakan untuk proses perkecambahan akan habis dengan
kegiatan tersebut. Jika benih berhasil berkecambah pada kondisi
tersebut, sebagian besar benih bisa dipastikan perkecambahannya
abnormal. Benih abnormal merupakan benih yang berhasil berkecambah
menjadi bibit namun keadaannya tidak sempurna baik dari segi fisik
maupun psikologis. Bibit dengan keadaan demikian dalam proses
pertumbuhannya akan terhambat atau terganggu dan tidak jarang bibit
tersebut akhirnya mati.
Pengujian cekaman PEG merupakan suatu
teknik penguijan benih atau tanaman akan ketahanannya terhadap
kekeringan, kondisi tanah yang kering dapat diuji dengan mengatur waktu
penyiraman atau juga bisa dikondisikan pada media menjadi kering dengan
menggunakan larutan NaCL, larutan NaCl bersifat kering. Pengujian ini
tergolong kedalam pengujian benih terhadap ketahanan benih terhadap
kondisi suboptimum (cekaman kurang air). Pada tanah yang mengandumg
kadar garam yang tinggi, terutama NaCl dapat menebabkan perkecambahan
mejadi terhambat, hal ini dipengaruhi oleh tekanan osmose yang dapat
menyebabkan embrio mengalami dehidrasi. Metode tekanan osmose tinggi
dapat digunakan untuk menduga ketahanan benih terhadap beberapa galur
atau varietas tehadap kekeringan dan ketahanan salinitas. Benih yang
toleran dapat tumbuh dengan baik dan merata dalam kondisi kekurangan
air, sedangkan benih yang kurang kuat tidak akan tumbuh.
Untuk mengetahui perkecambahan keadaan
benih jagung dalam kondisi normal atau tidak bisa dilihat melalui ciri –
ciri fisik yang bisa diamati secara kasat mata. Ciri-ciri benih jagung
yang normal yakni terdapat akar seminal yang tumbuh dengan kuat dengan
akar- akar sekunder. Sedangkan akar seminal sekunder tumbuh 2-3 dengan
kuat, adakalanya akar seminal primer tidak tumbuh tetapi paling sedikit 2
kar seminal sekunder harus tumbuh dengan kuat. Selain akar parameter
kenormalan beni dapat dilihat tumbuhnya daun, daun primer yang tumbuh
sepanjang koleoptil dan telah tersumbal keuar dari koleoptil. Dalam
keadaan demikian daun harus kelihatan sehat, plumula atau bakal daun
dapat pula melengkung tumbuhnya asal tidak busuk.
Sedangkan benih jagung dikategorikan
abnormal jika akar primer tidak tumbuh atau akar seminal hanya tumbuh
lemah. Sedangkan plumule tidak tumbuh daun pertama dan koleoptil tidak
berwarna, adakalanya plumule tidak tumbuh tetapi kerdil atau
membelah,plumule berwarna putih atau busuk sekali. Pada benih yang mati
biasanya benih tersebut mengalami kebusukan pada sebagian benih
tersebut, benih yang dikatakan mati juga tidak tumbuh akar maupun calon
tinas atau plumule.
Pada perkecambahan jagung varietas pada I
lebih besar tingkat keberhasilannya dibandingkan varietas II, varietas I
merupakan benih jagung besar yang dikecambahkan sedangkan varietas 2
merupakan benih jagung kecil. Sedangkan berdasarkan perlakuan cekaman
dari kedua vaietas yang dapat diketahui bahwa perlakuan kontrol memiliki
tingkat keberhasilan yang tinggi. Perkecambahan pada perlakuan kontrol
lebih tinggi dibandingkan perlakuan cekaman lainnya pada varietas I,
yakni dari 25 benih yang dikecambahkan pada ulangan I yang berhasil
berkecambah sebanyak 24 benih sedangkan ulangan II 25 benih. Perlakuan
konsentrasi garam 2 M benih yang berkecambah lebih sedikit dibandingkan
perlakuan kontrol, lebih parah lagi pada perlakuan konsentrasi garam
atau NaCl 4 M tidak ada yang berhasil berkecambah. Sehingga dari hasil
ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaCl maka semakin
rendah tingkat perkecambahan jagung.
Hari ke-5 setelah benih dikecambahkan
sudah bisa dinilai apakah benih jagung berkecambah dengan normal,
abnormal, ataupun mati. Pada hari ke-5 setelah dikecambahkan cadangan
makanan benih semakin menipis bahkan habis sehingga tidak mungkin
perkecambahan benih jagung terjadi setelah hari itu. Pada perlakuan
kontrol benih jagung dapat tumbuh dengan normal sedangkan pada perlakuan
lain benih jagung berkecambah dalam keadaan bnormal bahkan mati. Dengan
demikian varietas jagung I bisa dikatakan tidak tahan atau tidak
toleran terhadap cekaman garam, sehingga jagung varietas I sebaiknya
dikembangkan atau ditanam pada lahan yang memiliki kandungan garam yang
rendah seperti didaerah lereng penggunungan yang dengan ketinggian
sedang maupun pada lahan persawahan yang relatif jauh dengan laut.
Pada varietas ke-2 yang notabene
merupakan jenis jagung kecil, jenis jagung ini setela dilakukan
pengujian terhadap cekaman garam dapat diketahui bahwa jenis benih
varietas II lebih toleran. Hal ini dapat terbukti benih jagung varietas
II yang berhasil berkecambah pada perlakuan konsentrasi garam 2 M lebih
banyak dibandingkan kontrol, namun pada perlakuan konsentrasi 4 M benih
jagung tumbuh abnormal. Pada perlakuan kontrol ulangan I benih jagung
yang berhasil berkecambah dengan normal sebanyk 16 dan ulangan II 17.
Sedangan pada perlakuan konsentrasi garam 2 M ulangan I berkecambah 22
benih dan ulangan II 24 benih.
Jenis benih jagung varietas II bisa
ditanam pada lingkungan mengandung garam pada konsentrasi ? 2 M, pada
keadaan tersebut jagung bisa tumbuh dengan optimal, sehingga jagung
jenis ini berpotensi untuk ditanam pada sekitar hulu sungai , yakni
dengan radius kira – kira 1 km dari pantai. Jika lebih dari itu maka
benih jagung tidak toleran tau tahan terhadap cekaman garam, jika
dipaksakan ditanam maka jagung tidak akan tumbuh secara maksimal.
Produksi jagung pada daerah ini akan lebih sedikit sehingga petani akan
mengalami kerugian jika memaksakan menanam benih jagung pada daerah ini.
Selain dipengaruhi faktor genetis produksi jagung juga dipengaruhi oleh
faktor lingkngan, dan salah satu faktor ngkungan tersebut ialah cekaman
garam ini.
Selain parameter banyaknya benih jagung
yang berkecmbah untuk mengetahui kualitas benih juga dapat dilakukan
dengan menghitung bobot basah tajuk + akar dan bobot kering tajuk +
akar. Pengukuran kedua parameter ini dilakukan pada hari ke-5 yakni
setelah benih jagung berkecambah. Dari data tabel pengamatan dapat
diketahui bahwa perlakuan kontrol mempunyai berat tajuk dan akar paling
tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, baik berat basah
maupun berat kering oven walaupun pada varietas II perlakuan kontrol
lebih sedikit yang berkecambah bila dibandingkan perlakuan konsentrasi
garam 2 M. Pada perlakuan kontrol benih jagung dapat berkecambah
dengan baik atau subur.
Pada praktikum dilakukan pengujian
ketahanan 2 jenis jagung dengan cekaman garam buatan, yakni benih jagung
dikecambahkan pada media kertas merang ang sebelumnya telah dibasahi
air dengan berbagai konsentrasi. Tujuan diadakan pengujian buatan ini
terhadap benih jagung yakni untuk mengetahui daya tahan benih jagung,
atau daya adaptasinya. Sehingga dengan mengetahui ketahanan benih jagung
dapat diperoleh informasi mengenai tempat yang cocok untuk dilakukan
penanaman jagung. Jika benih jagung ditanam pada tempat yang cocok maka
produksi jagung akan tinggi, untuk itu diperlukan analisis tanah untuk
mengetahui tanah yang cocok. Analisis tanah yang umum digunakan ialah
dengan menggunakan metode analisis sidik cepat, yakni PUTS untuk
analisis tanah sawa dan PUTK untuk analisis tanah kering. Diharapkan
tanaman-tanaman yang lolos dari seleksi tersebut dapat digunakan sebagai
benih yang nantinya mampu ditanam, tumbuh dan berproduksi tinggi di
lahan marjinal.
Garam memiliki sifat higroskopik atau
memiliki kemampuan menyerap air disekelilingnya. Semakin tinggi
konsentrasi garam yang dilarutkan dalam air maka semakin rendah
konsentrasi air sehingga semakin cepat memicu terjadinya stress garam
hingga kekeringan fisiologis pada kecambah. Tanaman yang mengalami
gejala stres atau cekaman akan membentuk suatu penyesuaian terhadap
keadaan yang ada (toleransi) agar sebagai bentuk respon dari cekaman
yang ada agar bisa bertahan, baik secara morfologis maupun fisiologis.
Secara morfologis bentuk toleransi dan meknismenya antara lain,
- Pengguguran daun, dilakukan untuk menguramhi penguapan saat kekurangan air, pengguran daun dimaksudkan untuk mengurangi pengupan pada saat musim kemarau. Mekenisme pengguguran daun diawali ketika suhu disekitar tumbuhan memanas dan sumber air yang mulai menipis, hal ini akan membuat tumbuhan merespon cekaman tersebut dengan mengggurkan daun, denggan digugurkannya daun maka penguapan dan kebutuhan makanan tumbuhan akan berkurang sehingga tumbuhan mampu bertahan.
- Pengurangan luas dan tebal daun, kemampuan tanaman tetap tumbuh pada kondisi kekurangan air yaitu dengan menurunkan luas daun dan memperpendek siklus tumbuh.
- Faktor-faktor akar, kemampuan akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling dalam, kemampuan untuk melindungi meristem akar dari kekeringan dengan meningkatkan akumulasi senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol atau prolin.
Perkembangan benih dipengaruhi oleh
faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Faktor dalam yang
mempengaruhi perkecambahan benih diantarnya tingkat kemasakan benih,
ukuran benih, dan dormansi.
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai
tidak mempunyai viabilitas yang tinggi
karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan
embrio belum sempurna. Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun
dengan cepat, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologos
atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering
maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum
(viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi .
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat
mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang
kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam
jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat
perkecambahan. Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan
dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat
permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen.
c. Dormansi
c. Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih
tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan
pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi
suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan
suatu keadaan dimana benih-benih sehat namun gagal berkecambah ketika
berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti
kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai.
d. Penghambat perkecambahan
Penghambat perkecambahan benih dapat
berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih,
adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang
menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :
a. Air
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi
oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air
yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang
diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat
pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi media yang
terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya
penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling
menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase
perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5
sd 35°C . Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan
perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat
dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin.
c. Oksigen
Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju
respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam
benih. Umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29
persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman,
perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih
ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke
embrio kurang dari 3 persen.
d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk
perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman. Adapun besar
pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas
cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran. Pengaruh cahaya terhadap
perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang
memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk
mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat
perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada
tempat gelap maupun ada cahaya.
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan
haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan
menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama
cendawan. Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain
substrat kertas, pasir dan tanah.
Dalam perkecambahan benih, dikenal 2
tipe perkecambahan antara lain perkecambahan tipe hipogeal, dan tipe
perkecambahan epigeal. Dari tanaman dikotil dan epikotil memiliki tipe
perkecambahan yang berbeda. Hal ini dibedakan berdasar posisi kotiledon
dalam proses perkecambahan. Tanaman jagung merupakan tanaman yang
memiliki tipe perkecambahan hipogeal. Tipe perkecambahan hipogeal
merupakan tipe perkecambahan dimana kotiledon tidak terangkat keatas
permukaan tanah sehingga hipokotil tidak tampak diatas permukaan tanah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
- Perlakuan kontrol mempunyai daya kecambah paling tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainya.
- Jenis benih jagung varietas II lebih toleran terhadap cekaman garam (NaCl) yang ditunjukkan pada perlakuan konsentrasi garam 2 M yakni yang mempunyai daya kecambah paling tinggi.
- Tujuan diadakan pengujian buatan ini terhadap benih jagung yakni untuk mengetahui daya tahan benih jagung, atau daya adaptasinya, benih yang lolos dari uji cekaman buatan ini dapat ditanam atau dikembangkan pada lahan marjinal.
5.2 Saran
Sebaiknnya praktikan sebelum melakukan
praktikum mengetahui informasi tentang materi yang akan dilakukan
praktikum serta pada saat praktikum memperhatikan dan melaksanakan
instruksi asisten agar praktikum berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Danuarti, 2005.Uji Cekaman Kekeringan Pada Tanaman. IlmuPertanian Vol. 11 No.1. halaman : 22-31.
Fitrianty., et al. 2003. Efektivitas Agrobacterium mentransfer gen P5CS ke dalam kalus tebu klon PS 851. Bogor : Universitas Nusa Bangsa : Jurnal Menara Perkebunan. Vol 71 (1) : 16-27.
Haryati, 2006. Prospek penerapan
“Breeder Right” di Indonesia, dalam Sumarno Hari Bowo, B. Priyanto, Nova
Agustin dan Widi Wiryani (Ed). Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman IV. Vol V. (9):1-16. Univ.Pembangunan Nsional. Surabaya.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jakarta : Rajawali Pers.
Makmur, Amris,. 2003. Pemuliaan Tanaman bagi Lingkungan Spesifik. Bogor : IPB.
Utami, D.W., M. Amir, dan S. Moeljopawiro. 2000. Analisis RFLP kelompok ras
dan haplotype isolat blas dengan DNA pelacak MGR 586. Jurnal Bioteknologi Pertanian. 5(1):28-33.
Utama dan Pratiwi. 2008. Teknologi Benih. Malang : Rajawali press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar